Abstrak
Alat kesehatan teknologi tinggi berperan penting dalam menunjang mutu pelayanan rumah sakit. Namun, kerusakan pada alat tersebut sering kali memerlukan proses perbaikan yang kompleks, melibatkan teknisi khusus pabrikan, serta membutuhkan biaya tinggi. Prosedur operasional standar (SOP) pemeliharaan dan perbaikan mengatur bahwa unit Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) mengusulkan perbaikan kepada manajemen rumah sakit dengan sepengetahuan unit pengguna. Kendala muncul apabila usulan tertunda atau tidak disetujui akibat keterbatasan finansial rumah sakit. Hal ini berpotensi menunda perbaikan alat, sehingga mengganggu pelayanan pasien. Artikel ini menganalisis fenomena tersebut dalam kerangka kebijakan Permenkes No. 15 Tahun 2023 tentang Pemeliharaan Alat Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, serta menawarkan strategi solusi bagi manajemen rumah sakit.
Kata kunci: alat kesehatan teknologi tinggi, pemeliharaan, perbaikan alat, manajemen rumah sakit, Permenkes 15/2023
Pendahuluan
Alat kesehatan berteknologi tinggi, seperti CT-Scan, MRI, ventilator canggih, atau mesin hemodialisis, merupakan aset vital bagi rumah sakit. Kinerja alat ini sangat menentukan kelancaran diagnosis maupun terapi. Namun, tingkat kerusakan pada alat berteknologi tinggi memerlukan perbaikan dengan tingkat kompleksitas tinggi, yang hanya dapat dilakukan oleh teknisi khusus pabrikan serta memerlukan sparepart asli dengan biaya signifikan.
Dalam praktik di rumah sakit, IPSRS bertugas mengajukan permohonan perbaikan kepada manajemen dengan persetujuan unit pengguna. Tantangan muncul apabila rumah sakit mengalami keterbatasan dana sehingga usulan perbaikan ditunda atau ditolak. Kondisi ini menyebabkan pelayanan pasien tertunda karena alat yang rusak tidak dapat segera digunakan.
Permenkes No. 15 Tahun 2023 mengatur pemeliharaan alat kesehatan secara komprehensif, termasuk kewajiban penyediaan anggaran minimal 4% dari nilai aset alat kesehatan per tahun untuk menjamin kesinambungan operasional. Regulasi ini menjadi dasar hukum yang penting bagi rumah sakit agar tidak lagi menunda perbaikan dengan alasan keterbatasan biaya.
Metodologi
Artikel ini disusun melalui studi literatur kebijakan, terutama Permenkes No. 15 Tahun 2023, serta literatur terkait manajemen peralatan kesehatan di rumah sakit. Analisis dilakukan dengan pendekatan deskriptif-kualitatif, mengkaji mekanisme administratif pengajuan perbaikan, hambatan finansial, serta dampaknya terhadap mutu pelayanan kesehatan.
Hasil dan Pembahasan
Mekanisme Administratif Perbaikan
SOP perbaikan alat kesehatan di rumah sakit umumnya mencakup tahapan:
-
Identifikasi kerusakan oleh user atau teknisi IPSRS.
-
Pengajuan usulan perbaikan secara administratif ke manajemen rumah sakit mengetahui user ruangan pengguna alat
-
Evaluasi kebutuhan biaya dan persetujuan manajemen dengan sepengetahuan direktur.
-
Pelaksanaan perbaikan oleh teknisi pabrikan, termasuk pengadaan sparepart.
Proses ini berjalan efektif jika anggaran tersedia. Namun, hambatan finansial seringkali menjadi faktor penghambat.
Hambatan Finansial
Hambatan utama yang ditemui rumah sakit adalah:
-
Tidak tersedianya anggaran untuk perbaikan alat berteknologi tinggi ditambah adanya kebijakan efisiensi
-
Proses pengadaan sparepart yang membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan biaya besar.
-
Prioritas anggaran rumah sakit sering dialihkan pada kebutuhan operasional lain.
Situasi ini menyebabkan tertundanya perbaikan alat kesehatan, yang berdampak pada kualitas pelayanan.
Implikasi terhadap Pelayanan Pasien
Penundaan perbaikan alat medis menimbulkan risiko serius, antara lain:
-
Tertundanya pelayanan diagnosis dan terapi.
-
Peningkatan angka rujukan ke rumah sakit lain.
-
Penurunan tingkat kepuasan pasien dan potensi kerugian finansial rumah sakit.
-
Ancaman terhadap keselamatan pasien bila alat alternatif tidak memadai.
Peran Permenkes No. 15 Tahun 2023
Permenkes ini secara tegas mewajibkan:
-
Alokasi anggaran minimal 4% nilai aset alat kesehatan setiap tahun.
-
Pemeliharaan meliputi promotif, preventif, inspeksi fungsi, hingga korektif/perbaikan.
-
Pelaporan berkala kepada Kementerian Kesehatan.
Implementasi kebijakan ini akan memaksa manajemen rumah sakit untuk menyiapkan anggaran khusus, sehingga alasan keterbatasan finansial tidak lagi menjadi penghambat utama dalam perbaikan alat berteknologi tinggi.
Kesimpulan
Kerusakan alat kesehatan teknologi tinggi membutuhkan perbaikan yang kompleks dan biaya besar. Dalam praktik, keterbatasan dana sering menyebabkan usulan perbaikan ditunda atau ditolak, sehingga pelayanan pasien terhambat. Permenkes No. 15 Tahun 2023 memberikan solusi regulatif dengan mewajibkan rumah sakit menyediakan anggaran khusus pemeliharaan dan perbaikan minimal 4% dari nilai aset alat. Dengan implementasi regulasi ini secara konsisten, hambatan finansial dapat diminimalisasi, pelayanan pasien terjaga, dan mutu rumah sakit meningkat.
Referensi
-
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pemeliharaan Alat Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
-
Iskandar, A., & Nugraha, H. (2021). Manajemen pemeliharaan alat kesehatan di rumah sakit: Tantangan dan solusi. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 9(2), 134–142.
-
Utami, R. (2022). Analisis pembiayaan perawatan dan perbaikan alat kesehatan di rumah sakit tipe B. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 7(3), 201–210.
-
World Health Organization. (2015). How to manage medical device maintenance programmes. WHO Press.