Pentingnya Menghitung Unit Cost Alat Medis Berteknologi Tinggi untuk mengurangi Resiko Kerugian Pemberian Layanan Alat Canggih

  

Admin ingin membahas tentang sumber kerugian Rumah Sakit karena ketimpangan Tarif Layanan dan Biaya Unit Cost Alat Medis Teknologi Tinggi dan Canggih. Akibatnya, setiap tindakan yang menggunakan alat berteknologi tinggi justru menjadi sumber kerugian, bukan pendapatan.

Di tengah upaya pemerintah memperluas akses pelayanan kesehatan berkualitas melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), muncul satu persoalan yang tak kunjung mendapat perhatian serius: ketimpangan antara tarif layanan yang dibayar oleh BPJS Kesehatan dengan realita biaya investasi dan pemeliharaan alat kesehatan berteknologi tinggi di rumah sakit.

Alat-alat canggih seperti CT Scan, MRI, ventilator, Cathlab, hingga alat laparoskopi bukan hanya simbol kemajuan, tetapi kebutuhan dasar pelayanan medis modern. Namun, hingga kini, struktur tarif layanan (termasuk INA-CBGs) yang dibayarkan kepada rumah sakit nyaris tidak mengakomodasi biaya investasi alat, biaya perawatan berkala, dan kalibrasi. Yang dihitung hanya biaya operasional langsung: tenaga jasa operator dan bahan habis pakai.

Akibatnya, banyak rumah sakit, terutama RSUD terjebak dalam situasi di mana alat mahal dibeli dengan dana pusat atau daerah, tapi tidak mampu dirawat atau dimaksimalkan penggunaannya karena ketiadaan dana untuk pemeliharaan. Rumah sakit tidak siap secara finansial saat alat mengalami kerusakan, butuh pemeliharaan, atau ada part alat yang berkala harus diganti. Ini bukan hanya pemborosan aset negara, tapi bentuk kegagalan sistemik dalam pengelolaan layanan publik.

Lebih lanjut, beban keuangan RS kian berat karena sebagian besar pasien adalah peserta BPJS, yang tarif layanannya bersifat flat dan tidak mempertimbangkan kompleksitas kasus maupun biaya teknologi yang digunakan. RS yang justru menggunakan alat canggih untuk pelayanan yang lebih baik, berisiko mengalami kerugian lebih besar.

Ketidaksesuaian antara biaya riil dan tarif layanan terhadap penggunaan alat medis berteknologi tinggi adalah masalah struktural yang berpotensi merusak fondasi pelayanan kesehatan nasional. Tanpa reformasi pembiayaan yang mencakup biaya investasi dan pemeliharaan alat, ketersediaan pelayanan berkualitas tinggi akan terus menurun, terutama di RSUD. Intervensi kebijakan menyeluruh dan berbasis data menjadi sangat mendesak.

Dalam jangka panjang, ketimpangan ini bisa menimbulkan efek domino:

  • Alat tidak dapat digunakan (idle), menyebabkan antrian panjang atau rujukan keluar daerah.

  • Kualitas layanan menurun.

  • RS terjebak dalam utang dan defisit berulang.

  • Kepercayaan masyarakat terhadap layanan publik melemah.

 

RUMUS UNIT COST  

  Unit Cost  = Biaya Investasi + Biaya Operasional + Biaya Pemeliharaan

 

Biaya Investasi terdiri dari :

  • Nilai depresiasi alat, nilai alat / umur manfaat
  • Nilai depresiasi gedung bangunan  
  • Nilai depresiasi utilitas penunjang sarana (UPS, Mesin Pendingin, dll) 

Biaya Operasional  langsung (Overhead) terdiri dari :

  • Jasa Tenaga Medis (Operator Dokter, Perawat) gaji orang per tindakan
  • Jasa Teknisi Elektromedis yang melakukan pemeliharaan Internal, Daily Maintenance, Pemantauan Internal, Pemeliharaan Internal
  • Biaya Bahan Habis Pakai
  • Biaya Listrik per tindakan pasien, daya alat x waktu tindakan layanan
  • Administrasi, billing, SIMRS, dll 

 Biaya Pemeliharaan terdiri dari :

  • Biaya Kontrak Service Berkala, termasuk part
  • Biaya Penggantian Sparepart Komponen Berkala Pemeliharaan 
  • Biaya General Cek Up, Kalibrasi alat, dan Sertifikasi Tenaga Ahli
  • Biaya Pemeliharaan Utilitas Pendukung, misal UPS penggantian battery dan pemeliharaan mesin pendingin

Dengan penghitungan Unit Cost yang akurat, manajemen rumah sakit dapat mengetahui secara jelas margin keuntungan atau kerugian dari setiap layanan, termasuk layanan yang menggunakan alat medis berteknologi tinggi seperti CT-Scan, MRI, ventilator ICU, USG Echo, USG 4D, Cathlab dan lainnya.

Unit cost adalah alat kontrol manajerial yang vital untuk mengukur margin keuntungan atau kerugian pada layanan alat medis teknologi tinggi. Tanpa data unit cost, rumah sakit seperti berjalan dengan mata tertutup terhadap risiko finansialnya sendiri.

 

Manfaat Penghitungan Unit Cost dalam Analisis Tarif Layanan Alat Medis Teknologi Tinggi

1. Mengetahui Struktur Biaya Riil (Real Cost per Unit)

Penghitungan unit cost memungkinkan rumah sakit untuk:

  • Mengidentifikasi seluruh komponen biaya yang terlibat dalam suatu tindakan medis.

  • Memisahkan biaya tetap (fixed) dan biaya variabel (variable) per layanan.

  • Menghitung cost per use atas alat mahal melalui depresiasi dan pemeliharaan.

Contoh:
Jika 1 tindakan CT-Scan membutuhkan biaya Rp 1.200.000 secara riil (berdasarkan template sebelumnya), dan tarif BPJS hanya membayar Rp 900.000, maka RS rugi Rp 300.000 per tindakan.

2. Menghitung Margin Untung/Rugi

Dengan mengetahui unit cost dan tarif yang diterapkan, RS dapat menghitung, RS bisa mengevaluasi,  Layanan mana yang untung, mana yang subsidi silang, dan mana yang perlu ditinjau ulang.

3. Alat Pengambilan Keputusan Strategis

Dengan unit cost, manajemen dapat:

  • Menyesuaikan tarif layanan umum (non-BPJS) secara rasional.

  • Menentukan prioritas investasi alat baru berdasarkan potensi cost recovery.

  • Menyusun proposal top-up tarif ke pemerintah daerah untuk layanan merugi.

  • Menyusun strategi subsidi silang antar layanan.

4. Advokasi Tarif ke BPJS atau Pemerintah

Jika RS memiliki data unit cost yang terstruktur dan terdokumentasi, data ini bisa digunakan untuk:

  • Mengajukan revisi tarif INA-CBGs ke BPJS Kesehatan.

  • Meminta dukungan dana APBD/APBN untuk menutup biaya pemeliharaan alat.

  • Mendorong revisi kebijakan tarif layanan teknologi tinggi di RS pemerintah.

5. Transparansi & Akuntabilitas

  • Menunjukkan ke pemangku kebijakan (Dinkes, DPRD, BPJS) bahwa kerugian layanan bukan akibat inefisiensi, tapi karena tarif tidak mencerminkan real cost.

  • Memperkuat posisi RS dalam audit BPK, KARS, maupun perencanaan strategis 5 tahunan

 

Fenomena Ditemui Munculnya Beberapa Rumah Sakit Terancam Bangkrut, Efisiensi dan Terlilit Hutang Milliaran, Dampak Penghentian Pelayanan ke Masyarakat

 

Fenomena munculnya berita Rumah Sakit Pemerintah (RSUD) maupun Rumah Sakit Swasta yang terancam bangkrut dan terlilit utang Milliaran memang menjadi isu serius dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Beberapa faktor penyebabnya, terkait erat dengan kebijakan klaim BPJS Kesehatan serta ketidaksesuaian antara biaya operasional  terutama untuk unit cost alat medis teknologi tinggi dengan tarif layanan yang ditetapkan pemerintah. Fenomena tersebut baru yang tersorot media, belum yang tidak tersorot media pasti banyak, tidak menutup kemungkinan Rumah Sakit Vertikal juga ada.

Berikut ini penjelasan lebih detail mengenai permasalahannya :

1. Aturan Klaim BPJS Kesehatan

  • Tarif INA-CBGs (Indonesia Case-Based Groups) yang digunakan oleh BPJS bersifat paket dan tetap, tidak selalu mencerminkan real cost dari pelayanan yang diberikan, terutama di kasus kompleks.

  • Rumah sakit harus menanggung selisih biaya ketika biaya riil pelayanan lebih tinggi daripada tarif klaim.

  • Proses verifikasi klaim yang lama juga menyebabkan keterlambatan pembayaran dari BPJS kepada rumah sakit, sehingga menumpuk utang operasional, termasuk ke supplier alat dan obat-obatan.

2. Ketimpangan Tarif dan Biaya Unit Cost

  • Layanan dengan teknologi tinggi (seperti CT scan, MRI, cath lab, ventilator canggih) memiliki unit cost mahal (biaya pemeliharaan, SDM terampil, pelatihan, kalibrasi, dll).Namun, tarif layanan yang ditetapkan dalam sistem klaim tidak memperhitungkan faktor biaya riil alat-alat ini secara proporsional.

  • Akibatnya, setiap tindakan yang menggunakan alat berteknologi tinggi justru menjadi sumber kerugian, bukan pendapatan.

3. Efeknya bagi RSUD

  • Kas rumah sakit terganggu, sehingga tidak bisa membayar gaji, membeli obat, atau merawat alat medis dengan baik.

  • Kinerja rumah sakit turun, kualitas pelayanan terpengaruh.

  • Terancam gagal bayar (default), yang dalam jangka panjang bisa memaksa RS menghentikan sebagian layanan atau tutup.

Solusi yang Dapat Dipertimbangkan:

  1. Revisi tarif INA-CBGs agar lebih realistis dan berbasis pada perhitungan cost-effectiveness yang akurat.

  2. Skema subsidi silang internal BPJS, di mana layanan berteknologi tinggi mendapat kompensasi dari layanan lain.

  3. Pemerintah daerah perlu memberikan dana talangan operasional sementara untuk RSUD yang merugi.

  4. Peningkatan efisiensi RS, melalui audit internal dan strategi manajemen berbasis kinerja.

  5. Evaluasi dan reformasi sistem rujukan serta pemanfaatan alat teknologi secara rasional.

 

Penyebab Gagal Klaim Rumah Sakit ke BPJS

1. Dokumen Klaim Tidak Lengkap atau Tidak Sesuai

  • Dokumen medis, resume pasien, hasil penunjang, atau formulir administrasi tidak lengkap.

  • Ketidaksesuaian diagnosis ICD-10 dan prosedur ICD-9-CM antara rekam medis dan berkas klaim.

  • Kode INA-CBG yang diklaim tidak sesuai dengan berkas medis yang disiapkan.

2. Kesalahan Entry Data pada Aplikasi Klaim (e-Claim BPJS)

  • Salah input data identitas pasien, tanggal pelayanan, atau tindakan medis.

  • Kode diagnosis atau prosedur tidak sesuai standar.

  • Gagal mengunggah file digital rekam medis atau bukti pendukung klaim.

3. Pelayanan Tidak Sesuai dengan Prosedur dan Panduan Klinis

  • Tidak sesuai dengan Panduan Praktik Klinis (PPK) atau formulir SEP (Surat Eligibilitas Peserta).

  • Tindakan dilakukan tanpa indikasi medis jelas menurut standar BPJS.

  • Adanya overutilisasi atau tindakan medis tidak sesuai kebutuhan.

4. Tidak Ada SEP atau SEP Kadaluarsa

  • SEP (Surat Eligibilitas Peserta) belum diterbitkan atau diterbitkan setelah pasien dirawat.

  • SEP melewati batas waktu pengajuan (biasanya 3 x 24 jam untuk kasus emergensi rawat inap).

5. Klaim Duplikat atau Sudah Pernah Dibayar

  • Sistem mendeteksi bahwa klaim untuk pasien tersebut sudah pernah dibayarkan.

  • Bisa karena kesalahan sistem atau duplikasi data pasien.

6. Pasien Tidak Aktif sebagai Peserta BPJS

  • Saat pelayanan dilakukan, status peserta BPJS sudah non-aktif, menunggak iuran, atau tidak terdaftar.

  • RS tidak melakukan verifikasi kepesertaan dengan benar melalui sistem BPJS.

7. Kode INA-CBG Tidak Sesuai atau Tidak Terbaca

  • Kode klaim INA-CBG tidak cocok dengan diagnosis utama atau tindakan utama.

  • Kesalahan memilih severity level, menyebabkan klaim ditolak atau dibayar lebih rendah.

8. Melewati Batas Waktu Pengajuan Klaim

  • BPJS menetapkan deadline maksimal 2 bulan setelah pasien keluar untuk mengajukan klaim.

  • Jika RS terlambat mengajukan, klaim bisa otomatis ditolak.

Dampak Gagal Klaim

  • Rumah sakit tidak menerima pembayaran atas pelayanan yang sudah diberikan.

  • Mengakibatkan kerugian finansial, terutama jika kasusnya banyak dan bernilai besar.

  • Menurunkan performa keuangan dan akreditasi RS, terutama RSUD yang bergantung pada pembayaran BPJS.

Apa Perbedaan Teknik Elektromedik dan Teknik Biomedik ?

 

Masih sering ditanyakan masyarakat awam, ataupun para calon Mahasiswa yang sedang mencari kampus untuk kuliah. Berikut penjelasannya : 

1. Teknik Elektromedik

Tenaga kesehatan untuk mengoperasikan, memelihara, memperbaiki, dan memastikan keamanan alat kesehatan elektromedis, serta melakukan kalibrasi sesuai dengan standar teknis dan regulasi yang berlaku. 

Kompetensi Utama:

  • Mampu mengoperasikan, memelihara, memperbaiki, dan mengkalibrasi peralatan medis elektronik. Perawatan rutin dan troubleshooting alat kesehatan (ventilator, EKG, defibrillator, dll).

  • Memahami regulasi dan standar alat kesehatan (misalnya Permenkes, ISO, IEC).

  • Terampil dalam dokumentasi teknis, audit, dan pengelolaan peralatan medis.Dokumentasi teknis dan manajemen alat kesehatan di fasilitas layanan kesehatan.

  • Siap bekerja langsung di lapangan, terutama di rumah sakit dan klinik.

  • Instalasi dan konfigurasi alat medis elektronik

Jabatan atau Pekerjaan Umum:

  • Teknisi Elektromedik

  • Staff BMEC (Biomedical Engineering Center) di rumah sakit

  • Teknisi alat medis di distributor atau perusahaan alat kesehatan

  • Staff instalasi dan servis teknis alat kesehatan

  • Teknisi kalibrasi di laboratorium Uji Alkes

Tempat Kerja:

  • Rumah sakit pemerintah/swasta

  • Klinik, laboratorium kesehatan

  • Dinas Kesehatan

  • Perusahaan distributor/agen alat kesehatan

  • Lembaga uji atau sertifikasi alat kesehatan

2. Teknik Biomedik

Kompetensi teknik biomedik adalah kemampuan akademik dan profesional untuk merancang, mengembangkan, menganalisis, dan mengintegrasikan teknologi yang mendukung sistem kesehatan, dengan pendekatan interdisipliner antara teknik, biologi, dan kedokteran. 

Kompetensi Utama:

  •  Mampu merancang, menganalisis, dan mengembangkan teknologi kesehatan.

  • Menguasai prinsip rekayasa dan biologi, seperti sinyal biomedis, biomekanika, biomaterial, dan instrumentasi medis.

  • Mampu melakukan penelitian dan inovasi di bidang teknologi medis.

  • Desain dan inovasi alat kesehatan (dari prototipe hingga produk jadi).Pemodelan dan analisis sistem biologis menggunakan software teknik (MATLAB, Python, CAD, Simulink, dll).

  • Pengolahan sinyal dan citra medis.
  • Pengembangan biomaterial dan biomekanika.

  • Penguasaan sistem cerdas dan AI untuk aplikasi medis (misalnya: diagnostic support system)
  • Penelitian interdisipliner di bidang teknologi medis.

Jabatan atau Pekerjaan Umum:

  • Biomedical Engineer (R&D)

  • Desainer alat medis

  • Data analyst bidang kesehatan

  • Konsultan teknologi medis

  • Peneliti biomedis

  • Dosen atau akademisi (dengan pendidikan lanjut)

  • Pengembang software medis (misalnya AI untuk diagnosis)

Tempat Kerja:

  • Perusahaan pengembang alat kesehatan (lokal/internasional)

  • Startup teknologi medis atau wearable health tech

  • Rumah sakit (khusus bagian rekayasa atau inovasi)

  • Lembaga penelitian atau universitas

  • Industri farmasi dan bioteknologi

  • Pemerintahan (BPOM, Kemenkes, dll)

     


    Kesimpulan:

  • Kompetensi Elektromedik = teknis, praktis, lapangan → siap kerja di rumah sakit & klinik.

  • Kompetensi Teknik Biomedik = rekayasa, teoritis, kreatif → cocok untuk riset, inovasi, dan pengembangan teknologi medis.

Perubahan itu bikin tidak nyaman, strategi dan sikap Elektromedik ATEM untuk menghadapi perubahan

 


Perubahan itu seringkali menimbulkan ketidaknyamanan, dan profesi teknisi elektromedis berada di salah satu posisi yang paling terdampak oleh dinamika perubahan teknologi, regulasi, dan sistem layanan kesehatan.

Mengapa Perubahan Membuat Tidak Nyaman?

  • Manusia cenderung menyukai zona nyaman – rutinitas memberi rasa aman.

  • Perubahan memunculkan ketidakpastian – apakah bisa beradaptasi? Apakah akan gagal?

  • Ketakutan akan ketidaktahuan – teknologi baru = butuh belajar ulang.

  • Perubahan bisa mengganggu pola kerja tim – peran bisa bergeser

     

     

Pekerjaan Profesi Elektromedis & Tantangan Perubahan

1.  Perubahan Teknologi Alat Kesehatan

  • Teknologi medis terus berkembang: AI di imaging, digitalisasi, IoMT (Internet of Medical Things).

  • Elektromedis harus terus belajar dan upskilling – dari analog ke digital, dari standalone ke sistem terintegrasi.

2. Perubahan Regulasi dan Akreditasi

  • Standar kalibrasi, manajemen risiko, SISMADAK, SIMRS, dan ISO 13485 semakin ketat.

  • Elektromedis dituntut untuk tidak hanya teknis, tapi juga administratif & dokumentatif.

3. Perubahan Lingkungan Kerja dan Budaya Layanan

  • Dulu bekerja di balik layar, kini elektromedis dituntut mampu berkomunikasi dengan klinisi, manajemen, bahkan pasien.

  • Kerja tidak lagi individual, tetapi berbasis tim dan multidisiplin.

4. Perubahan Sistem Rumah Sakit

  • Implementasi sistem digital, manajemen aset terintegrasi, IoT monitoring → mengubah pola kerja harian elektromedis.

  • Banyak alat kini dapat dikendalikan jarak jauh, tapi juga berarti harus paham IT, jaringan, dan sistem informasi.

     

     

Sangat mendalam dan penting untuk membangun mentalitas profesional elektromedis yang tangguh. Kita akan mengaitkan sikap dan karakter personal teknisi elektromedis dalam menghadapi perubahan,

Karakter elektromedis yang matang bukan yang langsung menerima perubahan, tapi yang mampu berjalan melewati proses psikologisnya secara utuh dan sadar.

Sikap kunci:

  • Kesabaran

  • Rendah hati untuk belajar

  • Ketekunan

  • Dukungan dari rekan & organisasi

 

Karakter yang muncul dalam menghadapi perubahan :

1. Denial (Penyangkalan)

"Gak mungkin sistem ini dipakai terus."
"Ah, pelatihan ini cuma buang waktu."

Sikap karakter yang muncul:

  • Menghindar

  • Skeptis

  • Meremehkan urgensi

Risiko: Tidak ikut pelatihan, tidak update pengetahuan → tertinggal.
Antidote: Dorong dengan edukasi, contoh nyata, dan peer influence.

2. Anger (Kemarahan)

"Kenapa sih harus berubah semua?"
"Manajemen gak mikirin kita di lapangan!"

Sikap karakter yang muncul:

  • Defensif

  • Menyalahkan sistem atau pimpinan

  • Cenderung membandingkan dengan masa lalu

Risiko: Relasi tim jadi renggang. Penolakan makin kuat.
Antidote: Ruang dialog terbuka. Validasi emosi tapi arahkan solusi.

3. Bargaining (Tawar-menawar)

"Bisa gak kita tetap pakai cara lama tapi tambah sedikit sistem baru?"
"Kalau saya ikut pelatihan, saya masih boleh pakai metode lama juga kan?"

Sikap karakter yang muncul:

  • Masih setengah hati

  • Cari kompromi

  • Butuh waktu menyesuaikan

Risiko: Perubahan hanya separuh jalan.
Antidote: Libatkan dalam peran transisi, beri waktu untuk membangun kepercayaan terhadap sistem baru.

4. Depression (Frustrasi / Menyerah)

"Saya gak bisa ikuti ini semua..."
"Ternyata saya gak sekeren anak baru yang jago IT..."

Sikap karakter yang muncul:

  • Rasa tidak mampu

  • Menarik diri dari tim

  • Merasa tertinggal, minder

Risiko: Burnout, drop performa, bahkan resign.
Antidote: Bina, mentoring, beri semangat dan penguatan peran (apresiasi pengalaman, bukan hanya skill baru).

5. Acceptance (Penerimaan)

"Oke, saya mulai pelajari pelan-pelan."
"Ini memang tantangan, tapi saya bisa adaptasi."

Sikap karakter yang muncul:

  • Terbuka

  • Inisiatif belajar

  • Mau kolaborasi dengan gaya baru

Dampak positif: Mulai tumbuh jadi role model dalam tim, ikut mendorong rekan lain beradaptasi juga.

Setiap karakter punya potensi berubah mengikuti tahapan ini, tapi kecepatannya bisa beda-beda.
Yang penting adalah:

  • Mengenali diri sendiri sedang di tahap mana,

  • Menumbuhkan kesadaran bahwa perubahan adalah bagian dari profesionalisme.

Elektromedis hebat bukan yang paling tahu alatnya hari ini, tapi yang paling siap menghadapi alat dan sistem di masa depan. Perubahan memang bikin tidak nyaman, tapi dalam profesi elektromedis, kenyamanan itu justru tanda bahwa kita tidak berkembang.

“Bukan yang paling kuat yang bertahan, tapi yang paling mampu beradaptasi.” – Charles Darwin 

Pembangunan Karakter Elektromedis ATEM, Membangun Sebuah Tim Kerja

 


Jenis-jenis karakter anggota tim kerja pada gambar ilustrasi di atas merupakan gambaran secara umum, bukan tertuju pada tim kerja suatu perusahaan, organisasi, atau perkumpulan tertentu sehingga mungkin tidak cocok dengan gambaran tim kerja anda.

Berikut arti dari gambar ilustrasi tim kerja di atas:

Anggota Tim ke 1 (Baju Biru)

Orang yang berada di depan sendiri dengan Ilustrasi seorang pekerja yang memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya. Dia mengerti apa yang harus dikerjakan, sehingga sangat berperan dalam pencapaian tujuan organisasi yang ingin dicapai.

Anggota Tim ke 2 (Baju Ungu)

Orang ke dua yang dilustrasikan sedang mendorong gerobak merupakan seorang pekerja yang efektif, ia memiliki kemauan yang besar untuk bekerja, belajar, dan berkembang. Dengan pelatihan yang baik dan benar, ia akan menjadi pekerja yang baik dan handal di masa depan.

Anggota Tim ke 3 (Baju Hijau)

Orang yang berada di atas gerobak dalam video di atas merupakan pekerja yang kurang efektif. Kinerjanya tidak seperti orang pertama dan kedua, kontribusinya terhadap operasi pekerjaan tidak membuat banyak perbedaan untuk hasil keseluruhan.

Anggota Tim ke 4 (Baju Merah) 

Dalam video ilustrasi di atas, orang yang berada di roda gerobak diartikan sebagai Potensi Sumber Masalah atau PTS. Ia naik turun bergantian antara membantu dan mengancurkan. Pengaruhnya membuat pekerjaan lebih sulit dan kurang dapat diprediksi oleh orang lain.

Anggota Tim ke 5 (Baju Coklat) DANGER

Jenis anggota tim kerja yang kelima dilustrasi berada di belakang gerobak. Bukannya ikut mendorong gerobak, justru ia berusaha menghentikannya. Dia secara aktif berusaha menghancurkan, namun ia sering mencoba bersembunyi di balik topeng kebaikan sosial. Jika tidak terdeteksi, anggota tim seperti ini merupakan ancaman yang sangat berbahaya bagi oranisasi mana pun. Tipe karakter Tim kerja seperti ini akan menjadi ancaman dan tidak memberikan dampak positif untuk organisasi.

 

Bagi sebuah perusahaan, organisasi, perkumpulan, yayasan, dan sebagainya entah itu sifatnya yang komersial maupun non komersial, pastinya memiliki sebuah tujuan yang akan dicapai. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, tentunya harus direncanakan dan dikerjaakan secara baik. Untuk itu dibutuhkanlah tim kerja yang solid dan satu tujuan, yaitu sebuah titik pencapaian yang telah direncanakan.

Karekter manusia secara umum pasti ada perbedaan, begitu juga dengan anggota tim kerja pastinya sedikit banyak masing-masing juga akan memiliki perbedaan. Salah memilih anggota tim kerja, justru bisa menghambat pekerjaan. Roda organisasi menjadi sulit berjalan sebagaimana mestinya sehingga tujuan menjadi jauh dan sulit dicapai.

Dalam sebuah tim kerja mungkin akan ditemui seseorang yang produktif dan destruktif. Seseorang yang produktif tentu akan memberikan sumbang sih yang besar terhadap pencapaian hasil kerja yang telah ditargetkan, namun sebaliknya anggota tim yang destruktif tentu dapat menghambat pekerjaan bahkah bisa lebih parah dari itu yaitu menghancurkan.


Untuk Profesi Elektromedis, percayalah Hukum Tabur Tuai, bangun karaktermu untuk hal positif yang memberikan dampak positif ke orang lain. Bekerjalah dengan syukur maka berkat Tuhan akan datang padamu. 

Berikut adalah beberapa tipe karakter positif dalam tim kerja yang ditemui dan masing-masing memiliki kontribusi unik:

1.  The Leader (Sang Pemimpin)

  • Karakter: Visioner, pengambil keputusan, motivator.

  • Peran: Menentukan arah, menginspirasi, dan menjaga tim tetap fokus pada tujuan.

2. The Thinker (Sang Pemikir)

  • Karakter: Analitis, kritis, penuh pertimbangan.

  • Peran: Memecahkan masalah, mengevaluasi risiko, menyusun strategi.

3. The Doer (Sang Pelaksana)

  • Karakter: Tangguh, efisien, eksekutor.

  • Peran: Menyelesaikan tugas, fokus pada hasil nyata, membuat rencana jadi tindakan.

4.  The Creator (Sang Kreatif)

  • Karakter: Imajinatif, inovatif, suka berpikir out-of-the-box.

  • Peran: Menawarkan solusi kreatif, memperkaya perspektif tim.

5. The Harmonizer (Sang Penjaga Harmoni)

  • Karakter: Peduli, pendengar yang baik, penyejuk suasana.

  • Peran: Menjaga hubungan antar anggota tetap sehat, menyelesaikan konflik.

6. The Detailer (Sang Teliti)

  • Karakter: Perfeksionis, terorganisir, sistematis.

  • Peran: Menjaga kualitas, memastikan semua detail tertangani.

7. The Energizer (Sang Pendorong Semangat)

  • Karakter: Penuh semangat, optimis, memotivasi orang lain.

  • Peran: Menjaga energi dan semangat tim tetap tinggi.

Tim yang efektif biasanya terdiri dari gabungan tipe-tipe ini, bukan hanya satu tipe dominan. Keberagaman karakter justru memperkuat tim saat saling melengkapi. 

Berikut Perbandingan antara tipe Karakter Tim Sifat Positif dengan Tim dengan Karakter Sifat Negatif :

 



Peran elektromedis ibarat "jantung teknis rumah sakit", tapi untuk berdetak dengan lancar:

  • Butuh kerja sama lintas unit

  • Butuh tim yang adaptif

  • Butuh komunikasi dan kekompakan, bukan hanya kecerdasan individu

Slogan 

“Tim yang hebat tidak selalu berisi orang paling pintar, tapi berisi orang yang tahu cara bekerja sama, beradaptasi, dan saling menguatkan. Sebaliknya, satu karakter buruk dalam tim bisa menghambat kinerja seluruh tim."

  • Elektromedis hebat bukan hanya jago teknis, tapi juga:

    • Tahu kapan harus mendengar

    • Mampu menjelaskan teknis ke non-teknis

    • Sigap tapi tenang di bawah tekanan

    • Tidak menyalahkan, tapi mencari solusi


 

                                        “Culture eats strategy for breakfast.” – Peter Drucker. 

                        (Budaya kerja tim lebih penting daripada strategi yang bagus sekalipun.)

 

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner