Jakarta, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Kesehatan melakukan sosialisasi pemenuhan kebutuhan alat kesehatan
melalui industri dalam negeri. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap barang impor.
Menteri Kesehatan Prof Nila Moeloek mengatakan saat ini, 90 persen pemenuhan alat kesehatan di Indonesia masih impor. Padahal data menunjukkan adanya tren peningkatan pelaku industri alat kesehatan di dalam negeri yang saat ini jumlahnya sudah mencapai 201 buah.
Menanggapi hal ini, Menkes Nila mengatakan pemenuhan alat kesehatan melalui impor harus dikurangi, namun bukan berarti dihentikan sama sekali. Sebabnya, masih banyak alat kesehatan yang sampai saat ini belum bisa dibuat di Indonesia.
"Karena kita bicaranya menyelamatkan nyawa, ada beberapa alat yang belum bisa dibuat di Indonesia. Contohnya seperti MRI (magnetic resonance imaging) atau CT Scan, itu kan semakin canggih. Di kita belum bisa buat, makanya tetap harus impor," urainya, ditemui di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2016).
Di sisi lain, sebagian alat kesehatan yang sifatnya tidak menggunakan teknologi atau alat kesehatan yang bisa dibuang sudah mampu diciptakan di Indonesia. Menkes menyebut kurang lebih 44,9 persen pemenuhan kebutuhan di rumah sakit tingkat A berasal dari dalam negeri.
Beberapa produk yang sudah bisa dihasilkan antara lain hospital furniture, sphygmomanometer, stetoskop, sarung tangan, kateter urine, dan alat-alat kesehatan elektromedik seperti inkubator, nebulizer, dental chair, alat rekam jantung dan pompa infus sudah digunakan di puskesmas dan rumah sakit nasional.
"Kita mulai dari yang kita bisa dulu. Kemarin di pameran alkes saya lihat ada tempat tidur, jarum suntik dan lainnya yang bisa dibuat, kita mulai dari situ. Ke depannya tentu saja diharapkan mampu membuat MRI atau CT scan," tandas Menkes.
Menteri Kesehatan Prof Nila Moeloek mengatakan saat ini, 90 persen pemenuhan alat kesehatan di Indonesia masih impor. Padahal data menunjukkan adanya tren peningkatan pelaku industri alat kesehatan di dalam negeri yang saat ini jumlahnya sudah mencapai 201 buah.
Menanggapi hal ini, Menkes Nila mengatakan pemenuhan alat kesehatan melalui impor harus dikurangi, namun bukan berarti dihentikan sama sekali. Sebabnya, masih banyak alat kesehatan yang sampai saat ini belum bisa dibuat di Indonesia.
"Karena kita bicaranya menyelamatkan nyawa, ada beberapa alat yang belum bisa dibuat di Indonesia. Contohnya seperti MRI (magnetic resonance imaging) atau CT Scan, itu kan semakin canggih. Di kita belum bisa buat, makanya tetap harus impor," urainya, ditemui di Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2016).
Di sisi lain, sebagian alat kesehatan yang sifatnya tidak menggunakan teknologi atau alat kesehatan yang bisa dibuang sudah mampu diciptakan di Indonesia. Menkes menyebut kurang lebih 44,9 persen pemenuhan kebutuhan di rumah sakit tingkat A berasal dari dalam negeri.
Beberapa produk yang sudah bisa dihasilkan antara lain hospital furniture, sphygmomanometer, stetoskop, sarung tangan, kateter urine, dan alat-alat kesehatan elektromedik seperti inkubator, nebulizer, dental chair, alat rekam jantung dan pompa infus sudah digunakan di puskesmas dan rumah sakit nasional.
"Kita mulai dari yang kita bisa dulu. Kemarin di pameran alkes saya lihat ada tempat tidur, jarum suntik dan lainnya yang bisa dibuat, kita mulai dari situ. Ke depannya tentu saja diharapkan mampu membuat MRI atau CT scan," tandas Menkes.
Sumber :
0 komentar :
Post a Comment