Home » » Alat Kesehatan Bukan Barang Mewah, Apakah Akan Terwujud?

Alat Kesehatan Bukan Barang Mewah, Apakah Akan Terwujud?

Sampai saat ini hampir semua alat kesehatan (alkes) masih termasuk dalam kategori barang mewah. Konsekuensinya adalah transaksi alat-alat ini otomatis akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Apa sih yang dimaksud dengan PPnBM ini? PPnBM menurut UU nomor 42 tahun 2009 Pasal 5 adalah pajak yang dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk menghasilkan atau mengimpor dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Adapun dalam teknis pelaksanaannya PPnBM ini hanyalah dikenakan satu kali saja, yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha atau produsen kepada pembelinya, seperti penjelasan di atas tadi.

Ada beberapa alasan dari pemerintah sehingga beberapa barang dagangan dikenakan pajak barang mewah ini. Diantaranya adalah: - Pemerintah menginginkan terciptanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi, sehingga tentunya yang membeli barang-barang mewah ini dianggap berpenghasilan tinggi dan harus "membayar lebih". - Merupakan usaha dari pemerintah untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah. Dalam hal ini, pemerintah menginginkan konsumsi barang-barang tersebut tidak terlalu tinggi, karena jika terlalu tinggi akan dapat mempengaruhi nilai inflasi secara keseluruhan. - Bertujuan dalam hal perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional, sehingga mereka dapat bersaing untuk menjual barang produksi mereka. - Tentunya dengan membayar pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah ini, maka akan meningkatkan penerimaan bagi kas negara.

Nah, sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana dengan alat-alat kesehatan yang sangat diperlukan untuk diagnostik dan terapi terhadap penyakit? Apa dampaknya bila sebagian besar alkes ini masuk dalam kategori barang mewah? Tak perlu kita berlama-lama berpikir, tentu saja hal ini akan meningkatkan "ongkos" dari pemeriksaan dan pengobatan. Sehingga rakyat Indonesia yang sedang sakit atau yang hanya sekedar melakukan "general check-up" akan mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Bukankah hal ini akan makin menambah penderitaannya? Memang bagi fasilitas kesehatan milik pemerintah, semua pengadaan alat-alat ini ditanggung oleh APBN. Tetapi bukankah hal ini akan membuat pos anggaran yang sangat besar untuk pengadaannya? Otomatis hal ini akan menggerus total biaya dan anggaran kesehatan yang pas-pasan saat ini, yaitu 5% dari APBN. Padahal WHO merekomendasikan setidaknya 15% dari APBN. Dampaknya adalah pos anggaran yang bisa kita alokasikan untuk kebutuhan lain, akan terserap sangat besar "hanya" oleh membeli alkes yang sangat mahal ini. Belum lagi berbagai penyimpangan dan "mark up" yang terjadi, karena paritas nilai PPnBM ini adalah mulai dari 10% sampai dengan 200% (pasal 8 UU nomor 42 Tahun 2009).

Wow, ini terlihat dari banyaknya kasus yang ditangani oleh aparat hukum kita. Bagaimana dengan fasilitas kesehatan milik swasta. Tentu saja tingginya pajak barang-barang alkes ini, akan menyebabkan modal pembelian yang sangat besar. Dan kita semua sama-sama tahu, bahwa ujung-ujungnya "pengembalian" modal ini akan ditanggung oleh pasien nantinya. Hal ini sangatlah jelas kita lihat dan alami dimana "besarnya" biaya pemeriksaan dan pengobatan di RS dan klinik swasta tersebut. Apakah dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan operasionalisasi oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hal ini akan dapat di atasi? Jangan terlalu berharap. Gonjang-ganjing dan berbagai keluhan telah kita dengar dan bahkan kita alami secara langsung. Dimana RS dan Klinik baik pemerintah maupun swasta, tetap merasakan kerugian atau tidak sesuainya "real cost" operasionalisasi alkes ini dengan jumlah klaim yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.

Jika pada RS Pemerintah, masalahnya adalah operasionalisasi alkes ini yang membutuhkan bahan penunjang atau reagen yang juga berbanding lurus mahalnya, juga maintenens alat ini yang memakan ongkos yang tinggi. Sedangkan bagi pihak swasta lebih parah lagi, dimana selain permasalahannya sama dengan yang dialami oleh fasilitas kesehatan pemerintah tadi, masalah bertambah karena untuk membeli alkes tersebut mereka harus "merongoh kocek" sendiri yang tidak sedikit. Memang pada tanggal 9 Juli 2015 Pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.010/2015 tentang penghapusan beberapa barang yang tergolong mewah dengan merevisi PMK Nomor 130/PMK.011/2013.

Tetapi sayang sekali tidak ada alkes yang spesifik yang masuk di dalamnya. Oleh karena itu, melihat itikad baik pemerintah dengan adanya revisi di atas tadi. Alangkah baiknya keputusan berikutnya adalah dikeluarkannya revisi yang khusus tentang dihapuskannya alkes ini dari pungutan PPnBM tadi. Memang tidak semua item alkes harus dihapus kategori barang mewahnya. Akan tetapi hendaknya alkes yang "essensial" yang sangat perlu untuk diprioritaskan. Contohnya, Pemerintah belum perlu menghapus untuk alkes yang bersifat tersier, seperti untuk kecantikan atau kosmetik, akan tetapi untuk alkes yang berhubungan dengan penyakit jantung, otak dan saraf, pembuluh darah, kanker, penyakit dalam, ibu dan anak, geriatri, radiologi, anestesi, pembedahan, dll.

Yang bertujuan untuk diagnostik dan terapi berbagai penyakit yang berhubungan dengan peningkatan derajat hidup dan hajat hidup orang banyak, hendaknya dikeluarkan dari kategori barang mewah ini. Dengan demikian maka kita dapat mengharapkan "turunnya" ongkos atau biaya kesehatan ini. Termasuk menghemat pos anggaran kesehatan, sehingga dapat dialokasikan anggaran yang lebih besar lagi untuk masalah promotif, preventif dan rehabilitatif.

Demikianlah harapan besar ini, ditujukan bagi para pengambil kebijakan di Republik Indonesia tercinta ini. Semoga Bapak Presiden dan para Menterinya dapat mewujudkan harapan besar dari para pasien dan tentu saja rakyat Indonesia ini. Semakin cepat hal ini terwujud, maka akan semakin baik untuk peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau di negara kita ini. James Allan Rarung Dokter Indonesia

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/jamesallan.rarung/alat-kesehatan-bukan-barang-mewah-apakah-akan-terwujud_5745cfe672937365169ce537

0 komentar :

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner