Home » » NOTULEN RAPAT KOMISI IX DPR-RI

NOTULEN RAPAT KOMISI IX DPR-RI


KOMISI IX (BIDANG : KESEHATAN, TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI,

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL)


Hari/Tanggal

:

Senin, 28 Februari 2005

Waktu

:

Pukul 09.00 WIB

Jenis Rapat

:

Rapat Dengar Pendapat Umum

Sifat Rapat

:

Terbuka

Dengan

:

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Elektro Medik Indonesia

Tempat

:

Ruang rapat Komisi IX DPR-RI, Gedung Nusantara I Lantai I

Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta

Ketua Rapat

:

dr. Charles J. Mesang

Sekretaris

:

Usijana S,H.

Acara

:

1. Masalah teknologi kesehatan.

2. Masalah penggunaan profesi tenaga elektro medik penunjang kesehatan.

Anggota yang hadir

:

42 dari 45 orang Anggota Komisi IX DPR-RI

Izin 3 orang

Anggota Komisi IX DPR-RI :

1. dr. Goenawan Slamet, SpB (F PDI-P)

2. Dr. Charles J. Mesang (F PG)

3. Muhyiddin Arubusman (F KB)

4. Dr. Ribka Tjiptaning (F PDI-P)

5. Hj. Elva Hartati (F PDI-P)

6. Prof. Dr. Sudigdo Adi, dr, Spkk (K) (FPDI-P)

7. Philip S. Widjaja (F PDI-P)

8. Drs. Jacobus K. Mayong Padang (F PDI-P)

9. L. Soepomo Sintukwasito (F PDI-P)

10. E. A. Darojat (F PDI-P)

11. Drs. H.N. Serta Ginting (F PG)

12. Musfihin Dahlan (F PG)

13. Drs. Wasma Prayitno (F PG)

14. Dra. Hj. Maryamah Nugraha Besoes (F PG)

15. Dra. Sri Harini (F PG)

16. Drs. Imam Supardi (F PG)

17. Mamat Rahayu Abdullah (F PG)

18. Tisnawati Karna, S.H. (F PG)

19. Dra. Chairunnisa, MA (F PG)

20. Dr. Mariani Akib Baramuli, MM (F PG)

21. KH. Amin Bunyamin, Lc. (F PPP)

22. Drs. H. Tosari Widjaja (F PPP)

23. HM. Syumli Syadli, S.H. (F PPP)

24. H. Husairi Abdi, Lc. (F PPP)

25. Prof. Mirrian Sjofjan Arief, M.Ec. (F PD)

26. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, S. pog. (FPD)

27. Max Sopacua, SE, MSc. (F PD)

28. Drs. Barnstein Samuel Tundan, Msi. (FPD)

29. Hasannudin Said Ak. (F PD)

30. H. Ishaq Saleh (F PAN)

31. Tuti Lukman Soetrisno (F PAN)

32. Drs. Nurul Falah Eddy Pariang (F PAN)

33. Achmad Affandi (F PAN)

34. Drs. HM. Arsa Suthisna, MM (F KB)

35. Drs. Bisri Romli, MM (F KB)

36. Chairul Anwar (F PKS)

37. Tamsil Linrung (F PKS)

38. A. Aziz Arbi (F PKS)

39. Andi Salahuddin (F PKS)

40. Lalu Gede Syamsul Mujahidin, SE (FPBR)

41. Rufinus Sianturi, SH, MH (F PDS)

42. Muhammad Fauzi, SE (F PDS)







Ketua Rapat (dr. Charles J. Mesang):

Ketua membuka rapat pukul 9.15 WIB dan meminta persetujuan untuk menskors rapat sampai pukul 09.45 WIB.

( Rapat diskors selama 15 menit )

Menyampaikan salam kepada Ikatan Elektro Medik Indonesia dan para Anggota Dewan yang hadir, sehubungan dengan telah ditandatangani daftar hadir oleh 24 orang Anggota Komisi IX DPR RI, maka ketua mencabut skors Rapat Dengar pendapat Umum pukul 09.45 WIB, sesuai tata tertib dinyatakan kourum maka ketua membuka kembali rapat dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Selanjutnya membacakan susunan acara yaitu pembukaan, paparan oleh IKATEMI, tanya jawab, kesimpulan dan penutup. Waktu rapat ditetapkan sampai pukul 11.30 WIB.

( Rapat Setuju )

Interupsi Musfihin Dahlan (F PG):

Menanyakan usulan beliau tentang rapat khusus mengenai anggaran Departemen Kesehatan dan Pimpinan Komisi hendaknya dapat menjadwalkan sesegera mungkin. Menurut beliau hari Rabu terlalu terlambat sebab ada surat dari Sekjen Depkes yang menginginkan agar segera diselesaikan. Jadi kalau bisa hari ini dan paling lambat besok.

Ketua Rapat :

Menerangkan bahwa akan diusahakan secepatnya dan paling lambat besok diadakan rapat khusus mengenai anggaran Depkes tersebut. Ketua mempersilahkan Ketua Umum IKATEMI untuk memberikan paparannya.

Ketua Umum IKATEMI :

Menerangkan bahwa alat kedokteran umur teknisnya singkat yaitu 5-10 tahun, IKATEMI mengemban UU Kesehatan pasal 39 tentang pengamanan persediaan farmasi dan alat kesehatan. Sesuai PP 32 tahun 1996, tenaga keteknisian medik terdiri dari radiograper, operator rongten, teknisi gigi, teknisi elektromedik. IKATEMI berasal dari teknisi elektromedik. Nama beliau Sutardjo, beliau memperkenalkan diri beserta jajarannya. Beliau menerangkan bahwa elektromedik ada 4 level profesi kegiatan yaitu operator peralatan kedokteran, teknisi preventif maintenance, teknisi trouble stain report, teknisi kalibrasi. Setiap alat harus di kalibrasi setahun sekali. Di sarana kesehatan jenjang karirnya terdiri dari direktur penunjang, mengenai tingkat kegiatan ada paparan khusus. Standar profesi, sertifikasi profesi dan standar gaji saat ini sedang di proses di Depkes.

Komponen program jaminan mutu peranan Rumah Sakit yaitu Utility Management, Risk Management, Quality Assurance dan Infection Nosokomial. Sistem pemeliharaan dibagi dalam pemeliharaan terencana yang terdiri dari pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan korektif serta pemeliharaan tidak terncana berupa pemeliharaan darurat. Kemudian beliau menjelaskan siklus pengadaan alat. Proses pengadaan belum termanage, pengadaan alat dan antisipasi pengembangan belum bagus. Dalam tingkatan level manajemen teknologi medis di Rumah Sakit berada di level 1 dan 2. Dokumen teknik elektromedik harus dikerjakan oleh ikatan ahli elektromedik. Beliau menjelaskan perbandingan in house teknisi maintenance di Rumah Sakit antara IPSRS (Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit), pabrik, agen tunggal dan pihak III. Hasil pengukuran kesesuaian mutu di IP2M suatu RS, input 52%, proses 40% dan out put 40%. Teknik elektromedik menegakan faktor kenyamanan pasien dan faktor medik. Depkes bekerja sama dengan UNDIP menyelenggarakan pendidikan DIV dan DIII elektromedik dan di ITS, ITB dan UGM sudah ada S1 dan S2. Institusi pendidikan di Indonesia DIII nya ada 8 sehingga perlu dukungan agar basic sience memadai.

Peran teknik elektromedik :

§ Operator (Teknisi Aplikasi); Pemeliharaan Alat Kedokteran; Repair & Trouble Shooting;

§ Infeksi Unjuk Kerja; Infeksi Keamanan

§ Uji layak Pakai; Kalibrator

§ Regristrasi dan penapisan dari luar negeri

§ Uji Produksi Dalam Negeri

§ Fabrikasi.,Pengajaran/Peneliti

§ Sales Engineering, Perakitan

Kendala IKATEMI

§ Jenjang pendidikan rendah,;

§ Jenjang karir belum berkembang

§ Registrasi , Akreditasi;

§ Sertifikasi, Lisensi; Standarisasi era global

§ Filterisasi SDM

Di Amerika sudah dikeluarkan bahwa setiap jenis alat memiliki periode savety test dan periode maintenance. Sesuai dengan ISO di RS di daftar dan diolah dengan standar yang ditentukan sehingga keluar kebutuhan teknisi yang jumlah, jenis serta potensi kebutuhan alat ukur dan kalibrasi schedule preventif, maintenance juga harus ditegaskan.

Ketua Rapat :

Mengatakan bahwa sudah ada 10 orang Anggota Dewan yang akan mengajukan pertanyaan.

1. dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, S. Pog. (F PD) :

Menginginkan tambahan informasi mengenai semua yang ada dalam organisasi IKATEMI yang sudah lulus melalui jenjang pendidikan sistematis berbeda sedikit dengan yang dari latar belakang teknologi elektro atau mekanik dari universitas lain. Beliau menanyakan adakah disusun satu kode etik tersendiri karena mereka akan berhadapan dengan banyak manusia. Saat selesai pendidikan atau memangku jabatan, apakah mereka melafalkan suatu sumpah yang tersendiri. Secara teoristis ketersediaan tenaga elektromedik masih jauh dari kebutuhan, apakah dalam kenyataannya semua yang sudah diproduksi memang langsung bekerja. Apa kendalanya sehingga sampai 60 tahun negara Indonesia produksi elektromedis sangat minim atau dari mulai pendidikan tidak diarahkan sebagai enterprenuer/ pedagang alat-alat medis.

2. Hasanuddin Said Ak. (F PD) :

Berdasarkan hasil kunjungan kerja beliau ke Rumah Sakit, beliau mengatakan bahwa biasanya alat elektromedis datang pada saat RS belum selesai sehingga penyimpanannya tidak tertata. Beliau menanyakan peran IKATEMI dalam hal penyimpanan tersebut. Apakah IKATEMI juga berperan dalam pengadaan atau perencanaan Depkes untuk alat-alat elektromedik. Apakah kalibrasi mencakup seluruh alat yang ada di RS-RS di Indonesia dan secara hukum siapa yang berhak melakukan kalibrasi.

3. Drs. Imam Supardi (F PG) :

Mengatakan bahwa di Depkes saat ini ada 763 peralatan medik dimana proses pengadaannya belum bagus sedangkan keberadaan alat medik tergantung pada kemampuan SDM sehingga keberadaan SDM sangat diperlukan. Beliau khawatir dengan keberadaan alat-alat kedokteran yang canggih ditangani oleh orang-orang yang tidak memadai. Beliau meminta penjelasan mengenai hal tersebut.

4. Tuti Lukman Soetrisno (F PAN) :

Mengatakan bahwa masih banyak operator alat-alat elektromedik yang belum mahir sehingga banyak alat yang utilisasinya kurang, rusak, dan apabila operator tidak memiliki keahlian dapat mencelakakan pasien. Adakah upaya untuk memberikan kode etik kepada para operator alat-alat elektromedik agar lebih berperilaku kemanusiaan kepada para pasien sebab beliau banyak mendapat komplain dari pasien yang dianggap tidak punya perasaan karena sakit.

5. Musfihin Dahlan (F PG) :

Menanyakan apakah alat-alat kesehatan yang ada di RS sudah memenuhi standar dan secara rutin di maintenance, dikalibrasi atau memang banyak yang terabaikan karena hal ini menyangkut akurasi diagnosa dokter. Beliau menanyakan dalam struktur pelayanan sistem kesehatan organisasi IKATEMI berada dimana dan standar-standar profesi seperti apa yang harus dimiliki oleh IKATEMI.

6. Prof. Mirrian Sjofjan Arief, M.Ec. (F PD) :

Mengatakan bahwa perencanaan teknologi canggih adalah dengan mengirim orang ke pabriknya.

7. Rufinus Sianturi, SH, MH (F PDS) :

Mengatakan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional kaitan dengan Rumah Sakit melakukan kalibrasi internal. Beliau berkesimpulan bahwa seolah-olah keterlibatan organisasi IKATEMI dalam manajemen pimpinan di Rumah Sakit sangat kurang. Mulai dari pengadaan sampai pernyataan bahwa alat tersebut masih layak pakai atau tidak. Apakah dengan keluhan tersebut maksudnya untuk eselonisasi dan eselon II dapat ditingkatkan menjadi eselon I sehingga ada Dirjen Elektromedik. Jika sudah ada tingkat eselonisasi direktur, sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan oleh Direktur Elektromedik dari tiap-tiap RS melakukan penginfomasian kepada tiap-tiap rapat manajemen supaya tenaga-tenaga elektromedik dilibatkan dari awal sampai akhir. Karena pada dasarnya merekalah yang bertanggung jawab terhadap hasil-hasil elektromedik yang dipakai. Jika hal tersebut belum diadakan berarti Direktur elektromedik tiap-tiap RS kurang pendekatan kepada Dirjen Pelayanan Kesehatan.

Beliau menanyakan apakah peranan DPR diminta supaya organisasi IKATEMI di tiap-tiap RS melalui Depkes dilibatkan mulai dari pengadaan alat sampai pada uji kelayakan pakai yang sudah dipakai sekian tahun.

8. Dra. Sri Harini (F PG):

Menanyakan dalam menentukan perencanaan pada sebuah rumah sakit apakah IKAMI memiliki kewenangan untuk mengatur, dan mempersiapkan permintaan dari rumah sakit. Beliau menanyakan pihak mana yang menentukan layak atau tidaknya suatu alat. Apakah masukan yang diberikan IKATEMI mengalami kendala.

9. Drs. Nurul Falah Eddy Pariang (F PAN):

Menanyakan apakah IKATEMI memberikan rekomendasi terhadap pemeliharaan alat-alat. Meminta pendapat IKATEMI tentang harga alat kesehatan. Menanyakan siapa yang berhak memberikan sertifikasi terhadap operator-operator kesehatan yang memerlukan keahlian khusus dalam menjalankan tugasnya.

10. A. Aziz Arbi (F PKS):

Menanyakan mengapa kita tidak bisa memproduksi alat-alat kedokteran, elektro medik dan obat-obatan yang kemudian digunakan di rumah sakit itu sendiri, apa penyebabnya.

11. dr. Mariani Akib Baramuli, MM (F PG):

Menanyakan mengapa penyebaran anggota IKATEMI menempatkan sedikit orangnya di Badan POM yaitu sebanyak 15 orang. Dari 15 orang tersebut penempatannya apakah berdasarkan rekomendasi atau permintaan. Sejauh mana peranan IKATEMI dalam memantau lulusannya sehingga tetap dalam kompetensi yang dapat dipertanggungjawaban dan peranan IKATEMI terhadap suplyers. Mengapa IKATEMI tidak disosialisasikan di bidang kesehatan.

Beliau menanyakan apakah dibutuhkan bangunan yang besar untuk sebuah BPFK di propinsi.

Ketua Rapat:

Mempersilahkan kepada Ketua Umum IKATEMI untuk memberikan jawaban dan penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan oleh anggota secara lisan.

Ketua Umum IKATEMI:

Mempersilahkan kepada Sekjen DPP IKATEMI untuk lebih dahulu memberikan jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan.

Sekjen DPP IKATEMI:

Mengatakan bahwa antara IKATEMI sebagai tenaga ahli elektro medik dengan operator, berbeda. Alat yang akan digunakan oleh operator harus dalam keadaan siap pakai, akurat dan sesuai dengan mutu yang diharapkan dan itu merupakan tugas dari IKATEMI.

Peranan IKATEMI sampai saat ini belum diberdayakan oleh Depkes. IKATEMI mengharapkan dapat memiliki eksistensi dan payung hukum yang jelas, melalui Komisi IX. Sampai saat ini IKATEMI tidak diberikan kewenangan untuk menangani pengujian-pengujian karena terkait dengan birokrasi. Berdasarkan Peraturan PEMERINTAH bahwa keputusan Menkes dan Kesos nomor 394, yaitu kewenangan untuk institusi penguji diputuskan oleh Menkes. Menkes telah memerintahkan para Kepala Dinas. SK Dirjen Pelayanan Medik yaitu untuk penanggungjawab penguji adalah tenaga elektro medik yang mendapat rekomendasi dari IKATEMI.

BPFK berfungsi sebagai institusi penguji untuk kalibrasi yang dilaksanakan oleh Depkes. Sampai saat ini IKATEMI tidak pernah mengeluarkan rekomendasi.

Ketua Umum IKATEMI:

Mempersilahkan kepada Bpk. Bambang untuk memberikan tambahan penjelasan.

Bambang (Dir. Akademi Teknik Elektro Medik Bidang Luar Negeri):

Menginformasikan bahwa di Surabaya sudah ada beberapa prototype yang dibuat oleh IKATEMI. Sebenarnya alat tersebut sangat dibutuhkan tetapi kendalanya adalah tidak ada biaya. IKATEMI telah mengusulkan tentang tenaga elektro medik untuk ditempatkan di unit pelayanan, khususnya rumah sakit tetapi farmasinya terbatas.

Dari rumah sakit sudah disiapkan komponen-komponen yang lifetimenya habis. Contoh lampu operasi ada masa lifetime, jika sudah habis diganti. IKATEMI sudah membuat photo therapy untuk bayi kuning/prematur. Beliau mempersilahkan kepada Anggota Komisi IX untuk mengunjungi politeknik kesehatan.

Ketua Umum IKATEMI:

Mempersilahkan kepada Bpk. Anshor untuk memberikan tambahan penjelasan.

Anshor I.K.(Ketua Bidang Organisasi dan sertifikasi personil):

Mengatakan bahwa IKATEMI mengalami kendala birokrasi dalam hal melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Dimana yang diutamakan untuk belajar ke luar negeri adalah dokter. Maka yang timbul adalah penguasaan teknologi yang mundur.

Ketua Umum IKATEMI:

Mempersilahkan kepada Bpk. Sodikin untuk memberikan tambahan penjelasan.

Sodikin:

Mengatakan bahwa awalnya IKATEMI didirikan oleh Alumni ATRO, ATRO didirikan oleh Depkes th 1967, khususnya untuk teknik rontgen. Mengingat perkembang teknologi dan tuntutan masyarakat, maka tidak lagi menjadi teknisi alat rontgen akan tetapi dilapangan dituntut harus bisa memperbaiki semua alat di Rumah Sakit, maka berubahlan nama ATRO menjadi ATEM, dan profesinya menjadi nama IKATEMI.

Penempatan anggota IKATEMI di Badan POM. Sebanyak 15 orang karena berdasarkan permintaan dari laboratorium kesehatan (Badan POM )di propinsi tersebut sedikit. Hanya menugaskan pegawai LabKes untuk tugas belajar,mengingat tidak adanya formasi peg.negri.

Sebelum badan Badan POM terpisah dari Depkes untuk sistem regulasi, ijin edar dan ijin produk alat kesehatan dilakukan di Badan POM, sekarang sesudah ditarik oleh Depkes kemudian didirikan Direktorat Yanfar Alkes. Isi dari Yanfar Alkes adalah lulusan-lulusan dari farmasi, yang secara keilmuan tidak mempunyai kompetensi tentang Alat Elektro Medik, kami menganjurkan baik depkes,Rumah sakit dan unit pelayanan kesehatan memperdayakan profesi IKATEMI.

Syarat untuk lulus dari D III adalah membuat alat, jadi untuk alat yang sederhana kami mampu membuatnya, kendalanya adalah modal, dan para dokter masih tertarik dengan produk luar, padahal alat produk luar yang dari buatan cina,korea belum tentu aman untuk digunakan seperti alat Rontgen kebocoran radiasinya perlu dipertanyakan.

Ketua Umum IKATEMI:

Mengatakan elektro medik merupakan profesi khusus. Lulusan dari elektro medik ini bisa langsung kerja. Produksi dalam negeri masih minim karena SNI untuk produksi dalam negeri belum ada dan masih sedikit sekali. Sedangkan standar internasional sudah ada. Kewenangan untuk menapis alat adalah Badan POM dan Dirjen Yanpar.

Kalibrasi alat kedokteran sesuai dengan PP Nomor 363 baru 125 alat. Untuk kalibrasi di BPFK sekitar 125 alat dan belum berkembang. Personilnya harus memiliki SOP, terlatih dan memiliki sertifikasi serta pekerjaannya harus didokumentasikan. Sebagian alat mempunyai manfaat tetapi ada juga yang memiliki efek samping , contohnya alat radiasi.

Operator untuk alat-alat canggih harus teknisi karena itu sarat dengan aplikasi software. Program maintenance dan kalibrasi disyaratkan oleh ISO. Memang betul untuk alat perkembangan seperti derek ukur dan untuk SDM deret hitung. BATAN dan BPATEN dibagi dua, BATAN untuk pembinaan teknis/operasional sedangkan BPATEN untuk pengawasan dan khusus untuk radiasi dan radio aktif. Rekomendasi umur teknis terdapat dalam ISO tetapi belum bermasyarakat.

Standar layak pakai sudah ada. Untuk penapisan secara institusi dilakukan oleh Badan POM dan Dirjen Yanpar. Permasalahnnya yaitu basic sience karena sampai D III, jenjang karir, dan layer alat kedokteran. Saat ini BPFK baru ada di 4 tempat yaitu, DKI Jakarta, Surabaya, Makasar, dan Medan. Kendalanya adalah tarif untuk kalibrasi merupakan tarif subsidi yang sangat rendah. Sertifikasi personil saat ini sedang dibina oleh Depkes agar segera terwujud.

Ketua Rapat :

Membacakan rangkuman hasil rapat hari ini yaitu ;

1. Komisi IX DPR RI dan IKATEMI sepakat bahwa ahli elektromedik selayaknya dilibatkan dalam proses penilaian, pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan alat-alat elektromedik disemua kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

2. Komisi IX DPR RI dan IKATEMI sepakat bahwa standar dan kualitas alat-alat elektromedik dalam sarana pelayanan kesehatan sangat penting untuk diawasi dalam rangka menjamin keselamatan pasien dan masyarakat.

3. Komisi IX DPR RI mendukung upaya IKATEMI untuk lebih mensosialisasikan keberadaan IKATEMI kepada masyarakat agar pengetahuan terhadap pentingnya stadarisasi alat-alat elektromedik dapat diketahui oleh masyarakat luas.

4. Komisi IX DPR RI sepakat perlu perhatian dan dukungan pemerintah terhadap pendidikan tenaga elektromedik agar ada keseimbangan antara kebutuhan dan tenaga yang tersedia.

5. Komisi IX DPR RI sepakat perlu dipikirkan adanya payung hukum tentang keberadaan IKATEMI.

Interupsi Drs. H. Tosari Widjaja (F PPP):

Meminta point pertama dibacakan ulang. Kalimatnya harus diperbaiki karena kata “selayaknya” menurut beliau semacam sebuah tawaran dan beliau berharap dapat menjadi suatu keharusan.

Rufinus Sianturi, SH, MH (F PDS) :

Mengusulkan agar setelah kata “dalam proses“ ditambah kata “mulai dari perencanaan”.

Ketua Rapat :

Membacakan kembali point 1 setelah diperbaiki yaitu “Komisi IX DPR RI dan IKATEMI sepakat bahwa ahli elektromedik harus dilibatkan dalam proses mulai dari perencanaan, penilaian, pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan alat-alat elektromedik disarana kesehatan baik pemerintah maupun swasta.”

Ketua mengucapkan terima kasih kepada IKATEMI dan para Anggota Dewan kemudian menutup rapat ditutup pada pukul 11.45 WIB.

JAKARTA, 1 Maret 2005

Sekretaris Rapat,


0 komentar :

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner