Home » , » Tips Memilih Alat Kesehatan Yang Tepat untuk Rumah Sakit dan Klinik, Logika “Segitiga Abang Becak” dalam Negosiasi Pengadaan Barang/Jasa

Tips Memilih Alat Kesehatan Yang Tepat untuk Rumah Sakit dan Klinik, Logika “Segitiga Abang Becak” dalam Negosiasi Pengadaan Barang/Jasa


Menyadur Artikel dari Bp. Samsul Ramli tentang Logika “Segitiga Abang Becak” dalam Negosiasi Pengadaan Barang/Jasa




Ada satu anekdot yang menarik yang kayanya layak untuk dikaitkan dengan pengadaan barang/jasa. Diceritakan seorang calon penumpang becak sedang bernegosiasi dengan abang becak.

Penumpang    : Bang bisa anterin saya ke Gang Merdeka?
Abang Becak    : Lumayan jauh ya, boleh pak silakan
Penumpang    : Berapa ongkosnya Bang?
Abang Becak    : 30.000 pak 
Penumpang    : waduh mahal amat 15.000 ya Bang
Abang Becak    : Jauh soalnya Pak
Penumpang    : Saya Cuma punya 15.000 Bang
Abang Becak    : Ya udah deh daripada 1 harian sepi gini..
Penumpang    : Tolong cepet ya bang…

Abang Becak    : (Sejenak tertegun) Iya deh tunggu bentaran ya..
Abang Becak kemudian mengeluarkan kunci untuk melepas bantalan rem.
Penumpang    : Lho kok dilepas bang nanti ngeremnya gimana???
Abang Becak    : Bapak udah minta murah dan cepat jadi tolong jangan minta selamet ya!!
 
Dialog terakhir yang pasti sangat mengena jika dikaitkan dengan pengadaan barang/jasa. Tidak disadari para pengguna atau pelaksana pengadaan barang/jasa tidak melihat kewajaran ini.
Ketika Presiden memerintahkan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2015 yang diberi judul Percepatan pengadaan barang/jasa maka kita semua harus sadar bahwa constrain-nya adalah soal waktu. Untuk unsur Harga umumnya terendah dengan kualitas minimal sesuai kebutuhan.
Ambil contoh ketika membahas soal negosiasi. Banyak sekali yang bertanya, “apakah dalam negosiasi harus turun harga?”. Jawabannya tidak akan ada yang baku karena sangat tergantung dari Logika “Segitiga Abang Becak (SAB)” tadi.

  • Jika kualitas barang yang dibutuhkan sangat tinggi tapi ingin harga murah maka jangan harapkan negosiasi akan berhasil dengan cepat.
  • Jika ingin cepat, harga murah maka jangan mengharapkan kualitas yang terbaik.
  • Jika ingin cepat, kualitas tinggi maka jangan harapkan harga murah.
Pertimbangan “SAB” inilah yang dipegang Pokja/Pejabat Pengadaan dalam melaksanakan proses negosiasi. 

Contoh kasus:
Penyedia
Merk
Garansi Pabrikan
Harga
A
Toshiba
2 tahun
6.500.000,-
B
Asus
2 Tahun
6.200.000,-
C
Lenovo
1 Tahun
6.000.000,-

Jika kualitas barang/jasa yang dibutuhkan sangat-sangat standar dan perlu kecepatan, seperti halnya proses pengadaan langsung, maka harga terendah adalah tujuan utama. Sehingga dalam melakukan proses negosiasi diupayakan harga paling murah yang memungkinkan.
Bagaimana kalau ternyata harga sudah merupakan harga terendah apakah perlu dinegosiasi lagi? Tentu dari sisi spesifikasi informasi pembanding yang lain, dimana harga lebih tinggi, dimungkinkan terdapat spesifikasi teknis yang berbeda dan lebih baik. Kelebihan inilah yang juga dapat dijadikan dasar pejabat pengadaan melakukan negosiasi teknis.

Skenario 1: Harga Terendah, Waktu Cepat, Kualitas Minimal

Seperti dalam tabel contoh kasus. Harga terendah adalah Penyedia C dengan merek Lenovo. Namun demikian Merk Asus dan Toshiba garansi 2 tahun. Maka upaya negosiasi dapat dilakukan dengan merk Lenovo harga 6.000.000,-. Negosiasi harga berdasarkan HPS maka dengan demikian harga sudah merupakan harga terendah, untuk itu negosiasi teknis yang paling mungkin dilakukan. Negosiasi teknis ini salah satunya terkait dengan garansi pabrikan. Negosiasinya adalah tetap merk Lenovo namun dari sisi garansi pabrikan dimintakan selama 2 tahun. Jika penyedia C mampu dan bersedia mengakomodir extend Garansi Pabrikan menjadi 2 tahun maka pemenang adalah C.
Namun demikian jika Penyedia C menolak atau tidak mampu, maka Pejabat Pengadaan dan PPK berdasarkan pertimbangan mengutamakan kecepatan dapat mengambil putusan menunjuk C dengan hasil negosiasi tanpa ada perubahan (Harga dan Teknis Tetap).

Skenario 2: Harga Terendah, Kualitas Terbaik, Waktu Lama

Jika faktor kecepatan tidak menjadi utama, fokus kepada Harga Terendah dan Kualitas Terbaik, maka bisa saja beralih dengan melakukan negosiasi harga kepada penyedia B, Merk Asus. Dengan demikian harga diturunkan menjadi paling tinggi 6.000.000,- (Harga Lenovo). Jika penyedia B tidak bersedia, maka negosiasi harga 6.000.000,- dapat dilakukan pada penyedia A, merk Toshiba. Jika penyedia A juga tidak bersedia maka opsi terbaik kembali ke penyedia C. Atau mencari alternatif baru. Lama dong baru dapat penyedianya! Ya, iya karena kita maunya Murah, kualitas terbaik, jangan minta cepat.

Skenario 3: Kualitas Terbaik, Waktu Cepat, Harga Tinggi

Bahkan disisi ekstrim jika PPK dan PA menginginkan kualitas terbaik dan kecepatan proses, maka harga terdongkrak mestinya tidak salah. Jika penyedia C tidak bersedia memberikan garansi 2 tahun maka dapat menunjuk penyedia B dengan harga yang lebih tinggi selama masih dibawah HPS. Sayangnya saat ini, di negara kita, tidak demikian kejadiannya. Keputusan manajerial seperti ini bisa berdampak hukum pidana. Jadi meski logika “SAB” nya logis, kualitas terbaik dalam waktu cepat pasti akan mendongkrak harga. Disisi logika hukum tidak selalu demikian adanya. Jadi don’t try at home!! Jika ingin melakukan, pastikan anda Sakti Mandraguna untuk mempertahankan justifikasi. Ini hal yang belum tentu salah, tapi rentan disalahkan, bahkan dijahatkan.
Jadi jawaban atas pertanyaan “apakah dalam negosiasi harus turun harga? Adalah dalam negosiasi tidak haram harga penawaran tidak turun, selama upaya maksimal sudah dilakukan untuk mendapatkan kualitas teknis terbaik dengan harga terendah dan waktu yang tercepat.
Demikian sedikit pembelajaran dari abang becak yang dapat saya tangkap.. J

Sumber : http://samsulramli.com/logika-segitiga-abang-becak-dalam-negosiasi-pengadaan-barangjasa/

==============================================================

Kembali lagi ke Laptop tentang Tips Memilih Alat Kesehatan Yang Tepat untuk Rumah Sakit dan Klinik

Bagaimana cara memilih alat kesehatan yang benar dan tepat ? Kita tahu bahwa alat kesehatan berhubungan langsung dengan tubuh manusia dan pelayanan langsung ke pasien. Oleh karena itu penggunaannya secara tidak langsung dengan kesehatan pasien.

Pemilihan alat kesehatan bisa Anda dilihat di internet via E Catalog, seminar, penjelasan marketing, brosur dan testimonial/ rekomendasi dari user di lapangan. Ini penting, terutama bagi klinik, rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang akan melakukan pembelian alat kesehatan untuk investasi pelayanan kesehatan. Jika asal-asalan dan tidak sesuai hanya akan terjadi penyesalan.

Banyak kasus, dimana pihak klinik kesehatan atau rumah sakit memilih alat kesehatan berdasarkan harga murah. Padahal, murah bukan barometer kualitas. Begitu pula dari sisi kelengkapan alat kesehatan. Tidak serta merta pula alat yang harganya mahal juga menjadi kualitas, jangan-jangan hanya pemborosan yang mubazir. Yang menentukan kualitas alat kesehatan adalah testimonial dari para user pengguna dan dokter yang memakai dan dibuktikan melalui study case pemakaian alat yang sudah dilakukan pada pasien yang berbeda.

Pengadaan Alat Kesehatan di Rumah Sakit salah satunya mengacu pada Permenkes 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit, dimana Rumah Sakit dikategorikan menjadi 4 kelas, Rumah Sakit kelas A, B, C dan D. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pada lampiran Permenkes tersebut disebutkan Peralatan Kesehatan yang dimiliki di pelayanan kesehatan di Rumah Sakit tersebut.

Pengadaan alat kesehatan adalah investasi pada pelayanan kesehatan rumah sakit dalam jangka pendek dan jangka panjang, selain untuk prestige dari rumah sakit, klinik atau fasilitas kesehatan tersebut. Maka diharapkan kajian tersebut bottom up, semua komponen user diikutkan untuk pemilihan spesifikasi alat kesehatan yang dibutuhkan. Presentasi dari penyedia tentang alat kesehatan yang akan dibeli dihadiri oleh pihak terkait diantaranya :
  1. Dokter, user pengguna dan yang mewakili
  2. User pengguna lainnya, perawat, bidan dan yang mewakili
  3. Manajemen RS atau klinik
  4. Unit Pengadaan 
  5. Unit Keuangan
  6. Unit Perencanaan dan Pelayanan
  7. Unit Penunjang Medis
  8. Bagian Umum dan Gudang, sebagai penyimpan alat kesehatan dan yang me-asset alat kesehatan tersebut
  9. CSSD, bagian sterilisasi jika dalam alat kesehatan tersebut ada bagian consumable alat yang bisa disterilisasi ulang
  10. IPSRS, bagian teknik listrik dan elektromedis, sehubungan dengan sarana prasarana fasilitas alat kesehatan dan pemeliharaan dan perbaikan setelah garansi habis 1 tahun
  11. Notulen sekretariat

Dalam presentasi Penyedia akan menjelaskan produk dan kelengkapan apa yang akan ditawarkan kepada Rumah Sakit, Klinik atau Fasilitas Kesehatan kemudian Company Profile Perusahaan tersebut dalam hubungannya sebagai Sole Agen atau distributor alat kesehatan tersebut. Jika dimungkinkan pada presentasi membawa unit demonstrasi alat.

Disampaikan detail harga, kelengkapan alat, legal perijinan, case study pemakaian di lapangan, populasi alat yang sudah terinstall, aftersales dan garansi. Sehingga audience/ peserta bisa melakukan tanya jawab pada penyedia tentang alat kesehatan yang akan dibeli. Menyamakan visi dan pandangan dari masing-masing unit, bagian dan user tentang operasional alat kesehatan tersebut ke depannya secara paripurna.

Dengan adanya informasi maka semua pihak mendapatkan informasi selengkap mungkin tentang rencana pengadaan alat kesehatan yang akan dibeli dan disepakati.

Tips Memilih Alat Kesehatan :
  1. Mengutamakan pembelian alat kesehatan baru daripada alat kesehatan bekas, untuk instansi kesehatan pemerintah melalui pengadaan E Katalog LKPP
  2. Sesuai dengan tujuan dan kajian kebutuhan teknologi di lapangan
  3. Sesuai dengan kualitas dan standard spesifikasi yang ditetapkan. Kelengkapan aksesories dan kebutuhan peralatan kesehatan di lapangan
  4. Sesuai dengan jenis, model dan merk yang diinginkan user pengguna. Alat kesehatan made in china mempunyai lifetime pemakaian alat yang lebih singkat dibanding alat kesehatan made in eropa dan made in jepang. Maka dari itu besaran harga made in china lebih murah daripada made in eropa dan jepang. Setiap merk mempunyai reputasi dan kredibilitas kualitas di masing-masing rumah sakit, kembali ke testimonial user pengguna.
  5. Kembali ke inputan user pengguna dan dokter dalam pemakaian di lapangan, user friendly mudah dalam penggunaan, tidak ribet. Bagaimana dengan populasi alat, apakah sudah banyak yang memakai dan familiar di rumah sakit yang lain.
  6. Layanan pelanggan dan service center, apakah distributor mempunyai kualitas layanan costumer service, aftersales service  dan respon time yang bagus. Apakah distributor penyedia memiliki dukungan teknisi berpengalaman dan backup unit jika terjadi kerusakan ? Membeli pada distributor dan penyedia yang tepat sangat dianjurkan. Jika Rumah Sakit pernah membeli dari distributor yang sama, diperlukan evaluasi aftersales yang dilakukan distributor tersebut di tahun sebelumnya. Hal lain perlu ditanyakan kelanjutan kontrak service dan perbaikan setelah garansi habis dari distributor, apakah distributor tersebut mampu melakukan kontrak service dan perbaikan ?
  7. Ketersediaan Bahan Habis Pakai (BHP)  ready dan ketersediaan suku cadang perbaikan (Sparepart) dari distributor penyedia, jika inden harap diinformasikan
  8. Layanan garansi yang tercakup. Klaim garansi bisa dilakukan apabila terdapat kerusakan alat dan cacat produksi pabrikan untuk produk recall. Jika ada alat kesehatan dengan kualitas yang sama pilihlah alat kesehatan yang memiliki durasi garansi yang paling lama. Garansi apakah termasuk back up unit 1x24 jam selama kerusakan alat.
  9. Layanan pengembangan keilmuan berkelanjutan dan program training alat kesehatan yang ditawarkan. Ada beberapa alat kesehatan khususnya alat kesehatan Teknologi Tinggi seperti Ventilator, CT Scan, MRI, USG 4D, Laparoscopy, dll yang masih bisa diexplore lebih lanjut pada sisi teknologi dan aplikasi klinis pelayanan di lapangan. Distributor penyedia yang menyediakan pelatihan training berkelanjutan bagi user akan menjadi poin plus. Training wajib dilakukan setelah alat diinstal agar user/operator/dokter mahir dan mampu mengoperasikan alat tersebut, training juga wajib untuk bagian sterilisasi, dan training teknis untuk teknisi rumah sakit dalam pemeliharaan dan troubleshooting alat. Refreshment training menjadi agenda diklat tahunan yang menjadi program rumah sakit untuk tahun selanjutnya, sampaikan pada manajemen jika diklat tersebut memerlukan anggaran pelatihan tersendiri.
  10. Kemampuan anggaran/budget. Seperti Logika “Segitiga Abang Becak” dalam Negosiasi Pengadaan Barang/Jasa. Harga murah tidak menjadi patokan lebih menghemat anggaran, harga mahal juga harus dikaji sesuai dengan telaahan tujuan dan teknologi kebutuhan pelayanan di lapangan. Harga bukan jaminan, perlu diperhatikan bahwa kualitas jauh lebih penting dari harga, pilihlah distributor yang menawarkan barang-barang berkualitas dan terjamin.

Hasil pertemuan pada presentasi ditulis pada notulen sebagai bahan pertimbangan manajemen dan user pengguna/ dokter dalam memilih alat kesehatan yang selanjutnya akan dibeli dan diverifikasi kembali ke user pengguna. Selamat memilih alat kesehatan yang berkualitas, harga terjangkau dan memiliki layanan after sales service yang baik.

0 komentar :

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner