Home » » Dinkes Pilih Bungkam, Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Alkes

Dinkes Pilih Bungkam, Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Alkes




TANJUNG REDEB – Pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, belum bisa berkomentar terkait beberapa kegiatan pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) yang kini menjadi objek penyelidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Redeb.
Saat dikonfirmasai, Sekretaris Dinkes Berau Matius M Popang, belum bersedia berkomentar dengan alasan sedang berada di luar daerah. Dirinya juga mengaku belum mengetahui secara rinci penyelidikan yang dilakukan kejaksaan.
“Loh kok tanya saya. Saya tidak tahu soal itu, soalnya sedang di luar daerah. Nanti aku pulang ya,” singkatnya saat dikonfirmasi Berau Post, kemarin (18/3).
Seperti diketahui, Kejari Tanjung Redeb tengah mendalami penyelidikan pengadaan alkes di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai, Tanjung Redeb, dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau tahun anggaran 2012-2014.

Tidak hanya itu, kejaksaan juga membidik dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proses pengadaan alkes Rumah Sakit (RS) Pratama Talisayan.
Pengadaan alkes RS Pratama pada tahun anggaran 2015 tersebut, diduga terjadi penyimpangan dengan motif penggelembungan atau mark up harga, seperti dugaan korupsi pengadaan alkes RSUD, dan Dinkes Berau tahun anggaran 2012-2014.
“Ada laporan dari masyarakat soal dugaan mark up (pengadaan alkes,red.) di Rumah Sakit Talisayan ini,” beber Kajari Tanjung Redeb Rudy Hartawan Manurung, saat ditemui di ruang kerjanya beberapa hari lalu. 

Selain itu, pengadaan alat terapi oksigen hiperbarik yang ditempatkan di Puskesmas Tanjung Batu, juga masuk dalam objek penyelidikan kejaksaan.
Pihaknya, kata Rudy, telah meminta pejabat terkait Dinkes untuk menyerahkan seluruh dokumen pengadaan alkes RSP yang dibangun tahun 2014 tersebut.
Rudy juga mengakui proses lidik dugaan tipikor pada pengadaan alkes RSUD dr Abdul Rivai, dan Dinkes Berau tahun 2012-2014, sudah mengutus timnya ke beberapa pabrikan atau produsen alkes di Surabaya, dan Jakarta. Tujuannya, untuk mengetahui harga standar alkes tersebut sesuai objek penyelidikan yang dilakukan.
Karena dengan dasar standar harga pabrikan tersebut, kejaksaan bisa menghitung besaran keuntungan yang didapat rekanan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70/2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

“Yang didatangi tim, bukan satu atau dua pabrikan saja, di Jakarta ada beberapa pabrikan yang didatangi, termasuk di Surabaya juga. Jadi ada banyak perbandingan harga yang bisa didapat,” terangnya.
Hal itu, lanjut Rudy, akan memberikan petunjuk bagi timnya untuk segera menyusun kesimpulan hasil penyelidikannya. Sebab, dalam Perpres 70/2012 tersebut, keuntungan maksimal hanya 15 persen dari standar harga yang didapat dengan penawaran yang diajukan rekanan saat proses lelang.
“Saya sudah perintahkan tim secepatnya membuat kesimpulan hasil penyelidikan yang dilakukan,” tegasnya.

Sebelumnya, tim penyelidik kejari juga sudah meminta keterangan beberapa pejabat di jajaran RSUD dr Abdul Rivai, yang terkait dengan kegiatan pengadaan alkes tersebut.(*/sam/asa)

0 komentar :

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner