Home » » Tantangan SDM Kesehatan di era MEA 2015

Tantangan SDM Kesehatan di era MEA 2015

 
Masyarakat Ekonomi Asean - MEA 2015
 
 
Kini MEA sudah didepan mata, sejauh mana kita siap menghadapi tantangan pasar bebas di tahun 2015 ini. pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), “batas-batas” antar negara asean dibuka, untuk mewujudkan tiga pilar ASEAN Economic Community, yaitu : pilar keamanan, pilar sosial-kultural dan pilar ekonomi. Komitmen ini telah disepakati bersama oleh sepuluh negara asia, di Singapura pada 20 November 2007. MEA akan membuka pintu perdagangan barang, jasa, modal dan investasi yang akan bergerak bebas di ASEAN. Dengan harapan pertumbuhan ekonomi merata dikawasan asia, asia menjadi kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,dan menjadi pasar tunggal, dimana nantinya akan terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global. 
 
Implementasi MEA merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia, karena MEA juga membuka arus tenaga kerja terampil, tidak hanya pada sektor industri namun juga disektor kesehatan. ini artinya tenaga kesehatan Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin terbuka luas. Sekaligus dihadapi persaingan ketat dalam merebut bursa kerja. Salah satu isu yang mengemuka menjelang diberlakukan MEA adalah kualitas SDM. Lantas, bagaimana dengan kualitas SDM kesehatan (baca: SDMK) indonesia? sejauh mana SDMK kita siap bersaing dengan para tenaga kesehatan asing dengan kompetensi tinggi? 
 
Masalah tenaga kesehatan Indonesia yang masih menjadi persoalan adalah rendahnya kualitas seperti tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai. Adanya kesenjangan kualitas dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi kesehatan yang tidak sejalan dengan tuntutan kerja dimana tenaga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai. Seperti contoh: pendistribusian bidan ke daerah-daerah sudah cukup merata, namun angka kematian ibu tidak juga turun, ternyata bidan yang berpraktek didaerah banyak yang hanya berkualifikasi D1, yang tentu saja keahlian dan keterampilannya kurang memadai dibandingkan dengan bidan dengan kualifikasi D3 dan D4. untuk meningkatkan kompetensi bidan didaerah, pemerintah melakukan kebijakan pelatihan jarak jauh (PJJ), namun baru sebagian kecil saja bidan yang tersentuh. Ini baru contoh kualitas rendah dari profesi bidan, bagaimana dengan profesi kesehatan lainnya?? Bagaimana nasib SDM kesehatan kita di era MEA, bila saat ini saja kita belum mampu meningkatkan kualitas tenaga kesehatan secara maksimal. 
 
Persaingan ketat di bursa kerja sektor kesehatan Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan potensi pasar yang masih sangat besar, tentu ini menjadi daya tarik bagi para pencari kerja dari luar Indonesia. Di sektor kesehatan, berdasarkan proyeksi tahun 2010 hingga tahun 2030, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes ) akan terus meningkat baik fasyankes pemerintah maupun swasta. Pada era MEA, tenaga kerja asing dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Permenkes 317/2010 tentang pendayagunaan tenaga kerja asing menyatakan tenaga kerja asing yang telah memiliki izin tinggal terbatas, yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan diperkenankan bekerja/berpraktik dan memberikan pelayanan difasilitas kesehatan di Indonesia. UU 44/2009 tentang rumah sakit juga menyebutkan RS dapat mempekerjakan tenaga kerja asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan, dan pendayagunaannya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih iptek serta ketersediaan nakes setempat. ini artinya tenaga kesehatan kita tidak bisa lagi berdiam diri, kita harus berjuang meningkatkan kompetensi diri agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing, tidak hanya hard skill tapi juga soft skill seperti bahasa international (inggris) untuk berkomunikasi dan juga tekhnologi informasi untuk mengimbangi era digital saat ini. Sehingga tenaga kesehatan kita juga mampu mengisi peluang kerja internasional. 
 
Peningkatan Kualitas SDM Kesehatan Tenaga kesehatan asing yang berhasil mengisi peluang kerja di Indonesia nantinya, pastilah yang memiliki kompetensi yang mumpuni. Lantas bagaimana dengan tenaga kesehatan kita? sudah dapat dibayangkan ketatnya persaingan. Mau tidak mau tenaga kesehatan kita harus meningkatkan kompetensi agar tidak kalah performanya dengan tenaga kesehatan asing . Disebutkan dalam Permenkes 317/2010 tentang Pendayagunaan tenaga kerja asing di Indonesia bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi dan STR. ini artinya nakes kita juga harus memiliki kualitas yang sepadan. Peningkatan kualitas SDM tidak hanya tanggung jawab pemerintah namun juga masyarakat secara sinergi bersama-sama berjuang meningkatkan kualitas, memperkaya keterampilan, tidak hanya hard skill tapi juga soft skill agar memiliki nilai saing tinggi. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan pelatihan, kursus, praktek kerja langsung dan sebagainya. Lalu, adakah standar kompetensi yang dimiliki SDMK Indonesia yang diakui oleh global? Belum lama ini pemerintah membuat kebijakan Kerangka 
 
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang tertuang dalam PP no.8 tahun 2012, kebijakan ini adalah turunan dari . UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengamanatkan adanya pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja dan sebagai perwujudan sistem perencanaan dan informasi tenaga kerja baik secara makro dan mikro. KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. Dalam Kebijakan KKNI terdapat 9 jenjang kualifikasi, yaitu : jenjang 1 sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 sebagai jenjang tertinggi. Jenjang 1 sampai dengan 3 dikelompokkan dalam jabatan operator, jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan ahli. Untuk mencapai jenjang kualifikasi, melalui 4 jalur yaitu otodidak, industri (pengalaman kerja), pendidikan dan sertifikasi profesi. 
 
Dengan KKNI, kompetensi seseorang tidak lagi dilihat dari ijazah tapi berdasarkan capaian pembelajaran yang kemudian dikualifikasikan sebagai pengakuan terhadap hasil pembelajaran tenaga kerja. KKNI berusaha menjembatani gap antara pendidikan tinggi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja kesehatan. Kebijakan ini juga ibarat angin segar bagi tenaga kesehatan Indonesia, untuk menjawab tantangan dan persaingan global yang kompetitif di era MEA 2015. Karena KKNI akan menjadi acuan bagi SDM kesehatan untuk bisa bersaing dengan tenaga kesehatan asing dalam merebut pasar kerja baik regional maupun global. Karena selama ini tenaga kesehatan Indonesia cukup sulit bersaing ditingkat global akibat tidak adanya standar kualifikasi yang jelas. 
 
Dengan adanya KKNI, standar kualifikasi tenaga kesehatan Indonesia dapat disetarakan dengan standar kualifikasi di negara lain, sehingga tenaga kesehatan kita memiliki daya saing tinggi dan memiliki peluang lebih besar untuk bisa bekerja di tingkat global. Siap atau tidak siap, suka atau tidak suka, kita harus menyambut pelaksanaan MEA 2015. Semoga MEA membawa dampak positif bagi pertumbuhan dan kemajuan Indonesia, semoga tantangan persaingan global yang ketat menjadi pemacu untuk lebih meningkatkan kualitas dan kompetensi diri, sehingga SDM kita memiliki daya saing yang tinggi dan diakui pasar internasional.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/margaretkhotib/tantangan-sdm-kesehatan-di-era-mea-2015_54f91949a3331176038b46b6
Kini MEA sudah didepan mata, sejauh mana kita siap menghadapi tantangan pasar bebas di tahun 2015 ini. pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), “batas-batas” antar negara asean dibuka, untuk mewujudkan tiga pilar ASEAN Economic Community, yaitu : pilar keamanan, pilar sosial-kultural dan pilar ekonomi. Komitmen ini telah disepakati bersama oleh sepuluh negara asia, di Singapura pada 20 November 2007. MEA akan membuka pintu perdagangan barang, jasa, modal dan investasi yang akan bergerak bebas di ASEAN. Dengan harapan pertumbuhan ekonomi merata dikawasan asia, asia menjadi kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,dan menjadi pasar tunggal, dimana nantinya akan terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global. Implementasi MEA merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia, karena MEA juga membuka arus tenaga kerja terampil, tidak hanya pada sektor industri namun juga disektor kesehatan. ini artinya tenaga kesehatan Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin terbuka luas. Sekaligus dihadapi persaingan ketat dalam merebut bursa kerja. Salah satu isu yang mengemuka menjelang diberlakukan MEA adalah kualitas SDM. Lantas, bagaimana dengan kualitas SDM kesehatan (baca: SDMK) indonesia? sejauh mana SDMK kita siap bersaing dengan para tenaga kesehatan asing dengan kompetensi tinggi? Masalah tenaga kesehatan Indonesia yang masih menjadi persoalan adalah rendahnya kualitas seperti tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai. Adanya kesenjangan kualitas dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi kesehatan yang tidak sejalan dengan tuntutan kerja dimana tenaga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai. Seperti contoh: pendistribusian bidan ke daerah-daerah sudah cukup merata, namun angka kematian ibu tidak juga turun, ternyata bidan yang berpraktek didaerah banyak yang hanya berkualifikasi D1, yang tentu saja keahlian dan keterampilannya kurang memadai dibandingkan dengan bidan dengan kualifikasi D3 dan D4. untuk meningkatkan kompetensi bidan didaerah, pemerintah melakukan kebijakan pelatihan jarak jauh (PJJ), namun baru sebagian kecil saja bidan yang tersentuh. Ini baru contoh kualitas rendah dari profesi bidan, bagaimana dengan profesi kesehatan lainnya?? Bagaimana nasib SDM kesehatan kita di era MEA, bila saat ini saja kita belum mampu meningkatkan kualitas tenaga kesehatan secara maksimal. Persaingan ketat di bursa kerja sektor kesehatan Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan potensi pasar yang masih sangat besar, tentu ini menjadi daya tarik bagi para pencari kerja dari luar Indonesia. Di sektor kesehatan, berdasarkan proyeksi tahun 2010 hingga tahun 2030, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes ) akan terus meningkat baik fasyankes pemerintah maupun swasta. Pada era MEA, tenaga kerja asing dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Permenkes 317/2010 tentang pendayagunaan tenaga kerja asing menyatakan tenaga kerja asing yang telah memiliki izin tinggal terbatas, yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan diperkenankan bekerja/berpraktik dan memberikan pelayanan difasilitas kesehatan di Indonesia. UU 44/2009 tentang rumah sakit juga menyebutkan RS dapat mempekerjakan tenaga kerja asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan, dan pendayagunaannya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih iptek serta ketersediaan nakes setempat. ini artinya tenaga kesehatan kita tidak bisa lagi berdiam diri, kita harus berjuang meningkatkan kompetensi diri agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing, tidak hanya hard skill tapi juga soft skill seperti bahasa international (inggris) untuk berkomunikasi dan juga tekhnologi informasi untuk mengimbangi era digital saat ini. Sehingga tenaga kesehatan kita juga mampu mengisi peluang kerja internasional. Peningkatan Kualitas SDM Kesehatan Tenaga kesehatan asing yang berhasil mengisi peluang kerja di Indonesia nantinya, pastilah yang memiliki kompetensi yang mumpuni. Lantas bagaimana dengan tenaga kesehatan kita? sudah dapat dibayangkan ketatnya persaingan. Mau tidak mau tenaga kesehatan kita harus meningkatkan kompetensi agar tidak kalah performanya dengan tenaga kesehatan asing . Disebutkan dalam Permenkes 317/2010 tentang Pendayagunaan tenaga kerja asing di Indonesia bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi dan STR. ini artinya nakes kita juga harus memiliki kualitas yang sepadan. Peningkatan kualitas SDM tidak hanya tanggung jawab pemerintah namun juga masyarakat secara sinergi bersama-sama berjuang meningkatkan kualitas, memperkaya keterampilan, tidak hanya hard skill tapi juga soft skill agar memiliki nilai saing tinggi. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan pelatihan, kursus, praktek kerja langsung dan sebagainya. Lalu, adakah standar kompetensi yang dimiliki SDMK Indonesia yang diakui oleh global? Belum lama ini pemerintah membuat kebijakan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang tertuang dalam PP no.8 tahun 2012, kebijakan ini adalah turunan dari . UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengamanatkan adanya pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja dan sebagai perwujudan sistem perencanaan dan informasi tenaga kerja baik secara makro dan mikro. KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. Dalam Kebijakan KKNI terdapat 9 jenjang kualifikasi, yaitu : jenjang 1 sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 sebagai jenjang tertinggi. Jenjang 1 sampai dengan 3 dikelompokkan dalam jabatan operator, jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan ahli. Untuk mencapai jenjang kualifikasi, melalui 4 jalur yaitu otodidak, industri (pengalaman kerja), pendidikan dan sertifikasi profesi. Dengan KKNI, kompetensi seseorang tidak lagi dilihat dari ijazah tapi berdasarkan capaian pembelajaran yang kemudian dikualifikasikan sebagai pengakuan terhadap hasil pembelajaran tenaga kerja. KKNI berusaha menjembatani gap antara pendidikan tinggi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja kesehatan. Kebijakan ini juga ibarat angin segar bagi tenaga kesehatan Indonesia, untuk menjawab tantangan dan persaingan global yang kompetitif di era MEA 2015. Karena KKNI akan menjadi acuan bagi SDM kesehatan untuk bisa bersaing dengan tenaga kesehatan asing dalam merebut pasar kerja baik regional maupun global. Karena selama ini tenaga kesehatan Indonesia cukup sulit bersaing ditingkat global akibat tidak adanya standar kualifikasi yang jelas. Dengan adanya KKNI, standar kualifikasi tenaga kesehatan Indonesia dapat disetarakan dengan standar kualifikasi di negara lain, sehingga tenaga kesehatan kita memiliki daya saing tinggi dan memiliki peluang lebih besar untuk bisa bekerja di tingkat global. Siap atau tidak siap, suka atau tidak suka, kita harus menyambut pelaksanaan MEA 2015. Semoga MEA membawa dampak positif bagi pertumbuhan dan kemajuan Indonesia, semoga tantangan persaingan global yang ketat menjadi pemacu untuk lebih meningkatkan kualitas dan kompetensi diri, sehingga SDM kita memiliki daya saing yang tinggi dan diakui pasar internasional.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/margaretkhotib/tantangan-sdm-kesehatan-di-era-mea-2015_54f91949a3331176038b46b6
Kini MEA sudah didepan mata, sejauh mana kita siap menghadapi tantangan pasar bebas di tahun 2015 ini. pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), “batas-batas” antar negara asean dibuka, untuk mewujudkan tiga pilar ASEAN Economic Community, yaitu : pilar keamanan, pilar sosial-kultural dan pilar ekonomi. Komitmen ini telah disepakati bersama oleh sepuluh negara asia, di Singapura pada 20 November 2007. MEA akan membuka pintu perdagangan barang, jasa, modal dan investasi yang akan bergerak bebas di ASEAN. Dengan harapan pertumbuhan ekonomi merata dikawasan asia, asia menjadi kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi,dan menjadi pasar tunggal, dimana nantinya akan terintegrasi secara penuh ke dalam ekonomi global. Implementasi MEA merupakan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia, karena MEA juga membuka arus tenaga kerja terampil, tidak hanya pada sektor industri namun juga disektor kesehatan. ini artinya tenaga kesehatan Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin terbuka luas. Sekaligus dihadapi persaingan ketat dalam merebut bursa kerja. Salah satu isu yang mengemuka menjelang diberlakukan MEA adalah kualitas SDM. Lantas, bagaimana dengan kualitas SDM kesehatan (baca: SDMK) indonesia? sejauh mana SDMK kita siap bersaing dengan para tenaga kesehatan asing dengan kompetensi tinggi? Masalah tenaga kesehatan Indonesia yang masih menjadi persoalan adalah rendahnya kualitas seperti tingkat pendidikan dan keahlian yang belum memadai. Adanya kesenjangan kualitas dan kompetensi lulusan pendidikan tinggi kesehatan yang tidak sejalan dengan tuntutan kerja dimana tenaga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai. Seperti contoh: pendistribusian bidan ke daerah-daerah sudah cukup merata, namun angka kematian ibu tidak juga turun, ternyata bidan yang berpraktek didaerah banyak yang hanya berkualifikasi D1, yang tentu saja keahlian dan keterampilannya kurang memadai dibandingkan dengan bidan dengan kualifikasi D3 dan D4. untuk meningkatkan kompetensi bidan didaerah, pemerintah melakukan kebijakan pelatihan jarak jauh (PJJ), namun baru sebagian kecil saja bidan yang tersentuh. Ini baru contoh kualitas rendah dari profesi bidan, bagaimana dengan profesi kesehatan lainnya?? Bagaimana nasib SDM kesehatan kita di era MEA, bila saat ini saja kita belum mampu meningkatkan kualitas tenaga kesehatan secara maksimal. Persaingan ketat di bursa kerja sektor kesehatan Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan potensi pasar yang masih sangat besar, tentu ini menjadi daya tarik bagi para pencari kerja dari luar Indonesia. Di sektor kesehatan, berdasarkan proyeksi tahun 2010 hingga tahun 2030, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes ) akan terus meningkat baik fasyankes pemerintah maupun swasta. Pada era MEA, tenaga kerja asing dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Permenkes 317/2010 tentang pendayagunaan tenaga kerja asing menyatakan tenaga kerja asing yang telah memiliki izin tinggal terbatas, yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan diperkenankan bekerja/berpraktik dan memberikan pelayanan difasilitas kesehatan di Indonesia. UU 44/2009 tentang rumah sakit juga menyebutkan RS dapat mempekerjakan tenaga kerja asing sesuai dengan kebutuhan pelayanan, dan pendayagunaannya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan alih iptek serta ketersediaan nakes setempat. ini artinya tenaga kesehatan kita tidak bisa lagi berdiam diri, kita harus berjuang meningkatkan kompetensi diri agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing, tidak hanya hard skill tapi juga soft skill seperti bahasa international (inggris) untuk berkomunikasi dan juga tekhnologi informasi untuk mengimbangi era digital saat ini. Sehingga tenaga kesehatan kita juga mampu mengisi peluang kerja internasional. Peningkatan Kualitas SDM Kesehatan Tenaga kesehatan asing yang berhasil mengisi peluang kerja di Indonesia nantinya, pastilah yang memiliki kompetensi yang mumpuni. Lantas bagaimana dengan tenaga kesehatan kita? sudah dapat dibayangkan ketatnya persaingan. Mau tidak mau tenaga kesehatan kita harus meningkatkan kompetensi agar tidak kalah performanya dengan tenaga kesehatan asing . Disebutkan dalam Permenkes 317/2010 tentang Pendayagunaan tenaga kerja asing di Indonesia bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus memiliki sertifikat kompetensi dan STR. ini artinya nakes kita juga harus memiliki kualitas yang sepadan. Peningkatan kualitas SDM tidak hanya tanggung jawab pemerintah namun juga masyarakat secara sinergi bersama-sama berjuang meningkatkan kualitas, memperkaya keterampilan, tidak hanya hard skill tapi juga soft skill agar memiliki nilai saing tinggi. Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan pelatihan, kursus, praktek kerja langsung dan sebagainya. Lalu, adakah standar kompetensi yang dimiliki SDMK Indonesia yang diakui oleh global? Belum lama ini pemerintah membuat kebijakan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang tertuang dalam PP no.8 tahun 2012, kebijakan ini adalah turunan dari . UU no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengamanatkan adanya pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja dan sebagai perwujudan sistem perencanaan dan informasi tenaga kerja baik secara makro dan mikro. KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. Dalam Kebijakan KKNI terdapat 9 jenjang kualifikasi, yaitu : jenjang 1 sebagai jenjang terendah sampai dengan jenjang 9 sebagai jenjang tertinggi. Jenjang 1 sampai dengan 3 dikelompokkan dalam jabatan operator, jenjang 4 sampai dengan jenjang 6 dikelompokkan dalam jabatan ahli. Untuk mencapai jenjang kualifikasi, melalui 4 jalur yaitu otodidak, industri (pengalaman kerja), pendidikan dan sertifikasi profesi. Dengan KKNI, kompetensi seseorang tidak lagi dilihat dari ijazah tapi berdasarkan capaian pembelajaran yang kemudian dikualifikasikan sebagai pengakuan terhadap hasil pembelajaran tenaga kerja. KKNI berusaha menjembatani gap antara pendidikan tinggi kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja kesehatan. Kebijakan ini juga ibarat angin segar bagi tenaga kesehatan Indonesia, untuk menjawab tantangan dan persaingan global yang kompetitif di era MEA 2015. Karena KKNI akan menjadi acuan bagi SDM kesehatan untuk bisa bersaing dengan tenaga kesehatan asing dalam merebut pasar kerja baik regional maupun global. Karena selama ini tenaga kesehatan Indonesia cukup sulit bersaing ditingkat global akibat tidak adanya standar kualifikasi yang jelas. Dengan adanya KKNI, standar kualifikasi tenaga kesehatan Indonesia dapat disetarakan dengan standar kualifikasi di negara lain, sehingga tenaga kesehatan kita memiliki daya saing tinggi dan memiliki peluang lebih besar untuk bisa bekerja di tingkat global. Siap atau tidak siap, suka atau tidak suka, kita harus menyambut pelaksanaan MEA 2015. Semoga MEA membawa dampak positif bagi pertumbuhan dan kemajuan Indonesia, semoga tantangan persaingan global yang ketat menjadi pemacu untuk lebih meningkatkan kualitas dan kompetensi diri, sehingga SDM kita memiliki daya saing yang tinggi dan diakui pasar internasional.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/margaretkhotib/tantangan-sdm-kesehatan-di-era-mea-2015_54f91949a3331176038b46b6

0 komentar :

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner