Home » , » Menghadapi operator atau user alat kesehatan yang enggan memberikan waktu untuk pemeliharaan alat

Menghadapi operator atau user alat kesehatan yang enggan memberikan waktu untuk pemeliharaan alat

 

 

Bagaimana bila berhadapan dengan operator user yang tidak kooperatif / tidak memberikan waktu alat kesehatannya untuk dimaintenance dengan alasan alat dipakai terus menerus dan jadwal pasien padat ? 

Menghadapi operator atau user alat kesehatan yang enggan memberikan waktu untuk pemeliharaan dengan alasan "alat selalu dipakai karena banyak pasien" adalah tantangan umum di fasilitas kesehatan. Namun, pemeliharaan tetap harus dilakukan demi keselamatan pasien dan kelangsungan operasional alat.

Berikut adalah pendekatan strategis dan persuasif yang bisa dilakukan:

1. Edukasi Pentingnya Maintenance Preventif

Sampaikan bahwa:

  • Pemeliharaan teratur = mencegah kerusakan mendadak.

  • Downtime mendadak justru bisa lebih lama dan mengganggu dibandingkan downtime yang direncanakan.

  • Kesalahan alat = risiko pasien = tanggung jawab medis dan hukum.

Contoh pendekatan:

“Kalau alat ini gagal mendadak saat pasien kritis, dampaknya bisa sangat besar. Jauh lebih aman jika kita kontrol dulu saat kondisi masih bisa dikendalikan.”

2. Koordinasi Jadwal: Win-Win Solution

Usulkan waktu maintenance saat:

  • Beban pasien rendah (shift malam, akhir pekan, jam istirahat).

  • Atau saat alat tidak sedang digunakan aktif.

Tips:

  • Lakukan survei jadwal operator.

  • Tawarkan opsi fleksibel (contoh: "Kami bisa datang pukul 21.00 setelah pasien terakhir.")

3. Konsultasi dengan Manajemen atau Kepala Unit

Jika user tetap menolak, eskalasi ke atasan langsung mereka atau ke bagian manajemen teknis/medis. Bawa data:

  • Riwayat kerusakan alat.

  • Potensi risiko tanpa perawatan.

  • Waktu minimum yang dibutuhkan untuk maintenance.

4. Gunakan Sistem Tertulis

Buat sistem tertulis, seperti:

  • Jadwal pemeliharaan yang disahkan manajemen.

  • SOP yang mewajibkan operator untuk menyerahkan alat sesuai jadwal.

Dengan dasar regulasi atau akreditasi (misalnya dari KARS atau ISO), user tidak bisa menolak tanpa alasan kuat.

5. Tunjukkan Contoh Kasus Nyata

Kadang user lebih paham bila diberi contoh:

“Alat USG di ruang sebelah rusak karena 2 bulan tidak sempat dirawat. Downtime-nya sampai 5 hari karena spare part-nya harus impor.”

6. Lakukan Maintenance Secara Cepat dan Efisien

  • Tunjukkan bahwa teknisi bisa bekerja cepat dan tidak mengganggu aktivitas mereka.

  • Siapkan peralatan dan suku cadang sebelumnya agar waktu maintenance minimal.

Kesimpulan:

User yang enggan memberikan waktu untuk pemeliharaan alat karena jadwal padat pemakaian pasien bisa dipahami, tetapi risiko kerusakan tanpa pemeliharaan jauh lebih besar. Ya mohonlah diatur jadwal pasiennya. Solusinya adalah pendekatan kolaboratif, edukatif, dan berbasis manajemen. Pastikan ada komunikasi dua arah dan pemahaman bahwa maintenance = investasi untuk keselamatan pasien dan keberlangsungan layanan.

Daripada Setelah Alat Rusak, Breakdown, Lebih Rugi lagi ..... berikut resikonya

Breakdown atau kerusakan mendadak pada peralatan medis dapat menimbulkan berbagai kerugian serius, baik dari sisi medis, operasional, maupun finansial. Berikut adalah kerugian utama dari breakdown alat medis:

1. Membahayakan Keselamatan Pasien

  • Alat yang rusak saat digunakan bisa menyebabkan kesalahan diagnosis atau pengobatan.

  • Risiko cedera atau komplikasi meningkat jika alat gagal saat prosedur berlangsung.

2. Gangguan Layanan Kesehatan

  • Layanan medis terganggu karena alat tidak dapat digunakan.

  • Jadwal pemeriksaan, operasi, atau terapi bisa tertunda atau dibatalkan.

3. Downtime yang Merugikan

  • Alat tidak bisa digunakan dalam waktu tertentu (downtime), menurunkan produktivitas.

  • Rumah sakit kehilangan potensi pendapatan dari layanan yang tertunda atau tidak dapat diberikan.

4. Biaya Perbaikan Lebih Tinggi

  • Kerusakan mendadak cenderung lebih parah dan mahal untuk diperbaiki dibandingkan pemeliharaan rutin.

  • Mungkin perlu penggantian suku cadang yang mahal atau memerlukan teknisi khusus.

5. Mengganggu Reputasi Fasilitas Kesehatan

  • Pasien atau keluarga bisa kehilangan kepercayaan terhadap kualitas layanan rumah sakit.

  • Citra rumah sakit bisa menurun jika sering terjadi kerusakan alat.

6. Tidak Memenuhi Standar Akreditasi

  • Seringnya kerusakan alat menunjukkan kurangnya pengelolaan alat yang baik.

  • Bisa berdampak negatif dalam audit atau penilaian akreditasi rumah sakit.

7. Kesulitan Operasional

  • Tenaga medis harus mencari alternatif peralatan, yang bisa tidak tersedia atau kurang cocok.

  • Mengacaukan alur kerja dan efisiensi tim medis.

8. Biaya Tambahan Lainnya

  • Mungkin perlu menyewa alat pengganti sementara.

  • Biaya pelatihan ulang staf jika harus menggunakan alat berbeda.

Kesimpulan:

Breakdown peralatan medis bukan hanya masalah teknis, tetapi dapat berdampak sistemik pada keselamatan pasien, efisiensi operasional, dan keuangan rumah sakit. Oleh karena itu, mencegah breakdown melalui perencanaan pemeliharaan yang baik sangat krusial.

 

0 komentar :

Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner