“Judicial Review” - Tenaga Medis Berbeda dengan Tenaga Kesehatan
Empat pasal dalam UU Tenaga Kesehatan dinilai bertentangan dengan UUD 1945 sehingga gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi dikabulkan oleh Majelis Hakim Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi Undang Undang (UU)
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Gugatan ini diajukan
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar
Persatuan Dokter Gigi (PB PDGI), dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
“Mengadili, mengabulkan permohonan yang diajukan para Pemohon untuk
sebagian,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, di Gedung
MK Jakarta, Kamis (15/12).
Dalam putusannya Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 11 ayat (1) dan (2),
Pasal 90, dan Pasal 94 UU Tenaga Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945
serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Keempat pasal ini mengatur penghapusan KKI bila Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) sudah terbentuk.
Dalam pertimbangan Mahkamah, KKI merupakan salah satu upaya dalam
rangka menjaga sifat kekhususan profesi dokter dan dokter gigi untuk
memastikan profesi dokter dan dokter gigi bermanfaat dan bermutu bagi
masyarakat.
KKI sebagai wadah profesi dokter dan dokter gigi telah diamanatkan
negara untuk menjaga mutu praktik kedokteran, membina disiplin profesi
kedokteran, dan memberikan perlindungan pada masyarakat.
Perlindungan pada masyarakat merupakan suatu hal yang menjadi titik yang sangat mendasar bagi proses kerja dari KKI.
“Oleh karenanya KKI harus berdiri sendiri, mandiri, dan independen,
yang berbeda dengan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia,” ujar Hakim
Konstitusi Aswanto dalam membacakan pertimbangan Mahkamah.
Perwakilan Masyarakat
Terkait proses pembinaan dan penegakan disiplin, termasuk mengadili
pelanggaran disiplin oleh anggota profesi, tugas tersebut menjadi
kewenangan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Anggota MKDKI terdiri tidak hanya dari dokter dan dokter gigi, tetapi
juga sarjana hukum sebagai perwakilan dari masyarakat untuk menjamin
keadilan dari keputusan yang dibuat oleh MKDKI.
Sebagai institusi yang memiliki tugas dan fungsi untuk melindungi
masyarakat sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, lanjut Aswanto,
KKI justru perlu dioptimalkan.
Hal tersebut agar KKI dapat bekerja secara optimal selaku pengawas eksternal independen dalam praktik kedokteran di Indonesia. “Selaku pengawas eksternal independen maka Konsil Kedokteran
Indonesia harus bebas dan merdeka dari pengaruh pihak manapun, termasuk
kekuasaan negara, kecuali dalam hal terjadi pelanggaran.
Hal ini jelas sebagai konsekuensi logis dari sebuah institusi yang
mengawasi tindakan dan perbuatan medik yang juga independen,” paparnya.
Selain itu, Mahkamah berpendapat bahwa keberadaan Konsil Kedokteran
Indonesia dan uji kompetensi dokter cukup diatur dalam Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam permohonannya, para Pemohon menilai terdapat kesalahan
konsepsional dan paradigmatik mengenai tenaga medis dalam UU Tenaga
Kesehatan. Menurut pemohon, UU Tenaga Kesehatan seharusnya membedakan antara
tenaga profesi di bidang kesehatan dan tenaga vokasi atau tenaga
kesehatan lainnya.
Tak hanya itu, pemohon juga menggugat ketentuan yang mengatur
mengenai pembentukan KTKI.Hakim Konstitusi Aswanto menegaskan bahwa
antara tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak boleh disamakan. Keduanya merupakan tenaga profesional dengan kewenangan yang berbeda.
“Tenaga medis merupakan tenaga profesional yang berbeda dengan tenaga
vokasi (tenaga kesehatan),” ujarnya.
Menurut Mahkamah, tenaga vokasi atau tenaga kesehatan seperti perawat
dan apoteker sifat pekerjaannya adalah pendelegasian wewenang dari
tenaga medis.
Mahkamah menilai bahwa tindakan medis terhadap tubuh manusia yang
dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi dapat digolongkan sebagai
tindakan yang tidak tepat dan berbahaya.
“Karena sifat dan hakikat yang berbeda antara tenaga medis dan tenaga
profesi dan vokasi kesehatan lainnya maka pengaturan yang menyentuh
substansi keprofesian kedokteran tidak dapat digabung atau disamaratakan
dengan profesi lain,” kata Hakim Konstitusi Aswanto. mza/Ant/N-3
0 komentar :
Post a Comment