RS Mount Elizabeth, salah satu rumah sakit terkenal di Singapura, destinasi berobat orang kaya dari Indonesia. |
TRIBUNPEKANBARU.COM, JAKARTA - Data Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 menunjukkan, tingginya minat pasien Indonesia berobat ke luar negeri menyebabkan Indonesia merugi sekitar Rp 110 triliun.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, dr Adib A Yahya, MARS, anggota
Dewan Penyantun Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) menekankan
perlunya kerjasama antar berbagai pihak di Indonesia.
Kerjasama tersebut menurut dr. Adib harus memenuhi beberapa hal. Pertama, rumah sakit sebagai pusat pariwisata medis diberikan kemudahan untuk membeli alat.
Kedua, pajak pembelian alat kesehatan jangan setinggi pajak barang mewah. Begitu pula untuk obat.
"Jadi kalau saya beli alat MRI pajak masuknya sama kayak saya beli
barang mewah, itu masuk ke dalam barang mewah padahal itu barang
kesehatan, bahan baku obat mahal," kata dr. dr. Adib A. Yahya, MARS,
saat menjadi pembicara di Forum Diskusi Kesehatan di Bentara Budaya
Jakarta, Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Pajak pembelian alat kesehatan yang tinggi ditambah dengan wajibnya rumah sakit swasta membayar listrik membuat biaya administrasi rumah sakit di Indonesia mahal.
Selain itu, biasanya orang berobat ke luar negeri karena merasa tidak memiliki teknologi secanggih negara-negara lain.
"Karena seseorang berobat ke luar negeri alasannya masing-masing, teknologi di tempat saya nggak ada," ucapnya.
Yang ketiga, pelayanan rumah sakit yang penuh, sehingga banyak orang berobat ke luar negeri daripada menunggu apalagi rumah sakit luar menawarkan harga yang lebih murah.
"Di kita itu banyak datang ke Singapura ke Thailand karena antrian,
saya mau operasi lutut nunggu tahun depan, sehingga dia pikir lain,
lebih murah travelnya, nginepnya. Biaya di sana lebih murah," ungkapnya.
Selain itu berikan kemudahan akses. Berikan kemudahan kepada para pasien dalam negeri ataupun pasien luar negeri yang ingin berobat seperti dilakukan Singapura dan kini membuat negara itu menjadi destinasi wisata kesehatan orang Indonesia.
Negeri singa itu menawarkan layanan penjemputan hingga mengurus
berkas dan sebagainya sehingga lebih mudah dan diminati banyak orang.
"Yang keempat, akses. Masyarakat medan pengen berobat ke rumah sakit di kota lebih sulit dari pada berobat ke Singapura. Ini terjadi karena akses, kalau ke rumah sakit
di kota mungkin butuh naik angkot lima kali. Tapi kalau ke Penang
mereka tinggal telephone nanti tinggal di jemput, itulah yang kita tidak
punya," imbuhnya. (*)
Sumber :
0 komentar :
Post a Comment