Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak
permohonan uji materi ketentuan Pasal 50 ayat (2) Undang Undang Tenaga
Kesehatan tentang pembentukan organisasi profesi tenaga kesehatan.
"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.
Uji materi UU Tenaga Kesehatan yang diajukan oleh seorang warga negara bernama Srijanto ini dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.
Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 50 ayat (2) UU Tenaga Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan bersifat diskrimintatif karena hanya memperbolehkan pembentukan satu organisasi profesi untuk satu jenis tenaga kesehatan.
Pemohon menilai bahwa hal tersebut telah melanggar prinsip keadilan, persamaan hukum, dan menimbulkan ketidakpastian hukum, serta membatasi Pemohon untuk berkarya dalam bidang kesehatan.
Atas dalil Pemohon tersebut, Mahkamah menilai bahwa ketentuan a quo tidak melarang bagi setiap tenaga kesehatan untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat.
Kendati demikian dengan hanya satu wadah Organisasi Profesi untuk satu jenis Tenaga Kesehatan, akan lebih memudahkan Pemerintah untuk melaksanakan pengawasan terhadap profesi Tenaga Kesehatan dimaksud.
"Hal ini dimungkinkan karena terkait dengan Organisasi Profesi Tenaga Kesehatan diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengontrolnya," ujar Hakim Konstitusi Aswanto ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.
Selain itu, mendasarkan pada ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, Pemohon juga dapat membentuk kolegium terkait Tenaga Kesehatan jenis Tenaga Teknis Kefarmasian Ahli Madya Farmasi yang bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.
"Tujuan pembentukan Kolegium ini adalah untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan Tenaga Kesehatan," pungkas Hakim Konstitusi Aswanto.
"Menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta.
Uji materi UU Tenaga Kesehatan yang diajukan oleh seorang warga negara bernama Srijanto ini dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.
Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 50 ayat (2) UU Tenaga Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan bersifat diskrimintatif karena hanya memperbolehkan pembentukan satu organisasi profesi untuk satu jenis tenaga kesehatan.
Pemohon menilai bahwa hal tersebut telah melanggar prinsip keadilan, persamaan hukum, dan menimbulkan ketidakpastian hukum, serta membatasi Pemohon untuk berkarya dalam bidang kesehatan.
Atas dalil Pemohon tersebut, Mahkamah menilai bahwa ketentuan a quo tidak melarang bagi setiap tenaga kesehatan untuk berkumpul, berserikat, dan mengeluarkan pendapat.
Kendati demikian dengan hanya satu wadah Organisasi Profesi untuk satu jenis Tenaga Kesehatan, akan lebih memudahkan Pemerintah untuk melaksanakan pengawasan terhadap profesi Tenaga Kesehatan dimaksud.
"Hal ini dimungkinkan karena terkait dengan Organisasi Profesi Tenaga Kesehatan diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengontrolnya," ujar Hakim Konstitusi Aswanto ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.
Selain itu, mendasarkan pada ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, Pemohon juga dapat membentuk kolegium terkait Tenaga Kesehatan jenis Tenaga Teknis Kefarmasian Ahli Madya Farmasi yang bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi.
"Tujuan pembentukan Kolegium ini adalah untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan Tenaga Kesehatan," pungkas Hakim Konstitusi Aswanto.
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016
0 komentar :
Post a Comment