PERTAMA DI KALTIM: Yasser Ridwan (tengah) bersama kedua asistennya saat menjalankan operasi metode MISS MED di RSUD AW Sjahranie, pekan lalu. (ELLY KARTIKA SARI /KP) |
ELLY KARTIKA SARI, Samarinda
RISIKO kerusakan tertinggi dari sakit tulang belakang adalah saat operasi besar. Yang berarti pembedahan besar dengan berbagai risiko yang menyertainya. Mulai pendarahan, infeksi, kelumpuhan, kematian, dan biaya yang tak sedikit. Belum lagi bila pasien memiliki riwayat penyakit penyerta, seperti diabetes yang sensitif dengan luka.
Sebagian masyarakat mengetahui, operasi tulang belakang bisa dilakukan dengan teknik konvensional. Yaitu otot dibelah dengan luka yang besar kemudian dikoreksi. Lalu pasien dapat sembuh dengan berbagai risiko setelah operasi. Pasien pun mesti menerima. Atau memilih operasi di luar kota atau luar negeri dengan biaya yang mahal.
“Di luar negeri, teknologi ini (MISS MED) telah dikembangkan sejak 1970. Indonesia baru memulai 10 tahun terakhir, tertinggal 10 tahun dari Singapura. Kita, Kaltim sudah pasti tertinggal 10 tahun dari Jakarta,” terang Yasser Ridwan SpOT K-Spine, dokter spesialis tulang belakang di RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda.
Menurutnya, lebih 40 persen dari populasi manusia pernah mengalami keluhan nyeri tulang belakang dalam hidup mereka. Sekitar 5 persen di antara pasien yang datang berobat ke spesialis tulang belakang harus menjalani operasi sebagai solusi penyembuhan. Namun, tidak semua ingin melakukan tindakan medis tersebut. Takut karena risiko pascabedah.
“Salah satu solusi mengatasi masalah itu menggunakan metode MISS saat operasi. Seperti yang baru saja dilakukan dengan teknik MED untuk penanganan pasien saraf terjepit yang dalam bahasa kedokteran disebut disc herniation dan canal stenosis,” jelasnya setelah operasi di ruang operasi RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Jumat (16/6).
Kaltim Post diajak menyaksikan jalannya operasi teknik MED yang baru pertama kali dilakukan di Benua Etam. Saat itu di ruang operasi ada satu tim yang bertugas. Terdiri dari dokter spesialis anestesi, Satria Sewu dan dua asisten dokter spesialis tulang belakang. Selebihnya adalah perawat yang siap membantu menyediakan alat operasi dan tindakan medis lainnya.
Operasi dimulai pukul 09.00 Wita. Diawali dengan mempersiapkan sejumlah peralatan. Dokter dan perawat kemudian melakukan sejumlah penyesuaian karena dilakukan pertama kali. Apalagi beberapa alat tidak dimiliki pihak rumah sakit. Kemudian dilanjutkan dengan proses operasi pada 10.30 Wita.
Ada 2 sentimeter sayatan di punggung pasien berusia 50 tahun tersebut. Berdasarkan pemeriksaan dokter, ada ruas tulang nomor 4 dan 5 yang rusak. Bantalan sendi harus diperbaiki, itulah yang menyebabkan keluhan yang disebut dengan saraf terjepit. “Luka irisan itu gunanya untuk memasukkan alat, berupa kamera untuk memudahkan dokter melakukan operasi. Jadi pasien tidak mengalami luka yang lebar seperti operasi konvensional,” jelas Yasser.
Metode itu dilakukan dengan menggunakan dua alat. Alat pertama berfungsi mendeteksi letak penyakit yang harus dikoreksi dengan metode sinar (hasilnya mirip foto rontgen) dilihat layar di monitor. Kemudian, dilanjutkan dengan alat kedua, yakni alat endoskop berupa kamera mini yang dimasukkan pada tulang belakang. Kamera di dalam tubuh pasien itu dihubungkan dengan dua layar monitor.
Dari pantauan media ini, ada beberapa tahap yang dilalui dalam proses operasi tersebut setelah kamera masuk ke tubuh pasien. Dokter mengambil beberapa jaringan tulang untuk kemudian masuk ke bagian inti (bantalan sendi yang rusak). Sembari mengambil jaringan, sesekali pasien diberi sinar untuk diketahui apakah letak penyakit sudah benar atau tidak.
“Perlu ketelitian dalam operasi ini. Karena lapangan operasi yang kecil sehingga harus detail dan penuh kesabaran. Jika tidak, bisa keliru. Bisa saja yang dicabut adalah jaringan saraf, bukan bantalan sendi. Jadi memang dalam pengerjaannya tenaga medis harus sudah menguasai,” tambah dokter asal Samarinda tersebut.
Namun, pengerjaan yang rumit bagi dokter itu memiliki keuntungan bagi pasien. Karena operasi hanya menyebabkan luka irisan kecil. Sehingga minim terjadi infeksi maupun perdarahan.
“Karena pada teknik operasi konvensional, banyak tulang yang dirusak. Maka perlu pemasangan pen untuk menjaga stabilitas tubuh. Itu bisa membuat pengerjaan dua kali operasi (lepas pen). Metode MISS jauh lebih hemat,” beber dokter berkacamata tersebut.
Selain itu, pasien usia lanjut dan memiliki riwayat penyakit penyerta. Seperti diabetes, Yasser menganjurkan, melakukan teknik MISS MED. Tujuannya agar mengurangi risiko infeksi karena perdarahan dan lebarnya luka operasi.
Jika di luar negeri, ujar dia, sekali operasi pasien bisa menghabiskan biaya ratusan juta rupiah, begitu pula bila di ibu kota. Sebagai rumah sakit rujukan nasional, RSUD AWS menurut dia sudah layak memberikan layanan dengan fasilitas kesehatan dengan alat yang canggih.
Yasser menilai, RSUD AWS sudah memiliki tenaga medis yang mempuni setiap bidangnya. Sehingga pasien bisa mendapat pelayanan terbaik. Mereka tidak perlu ke luar negeri dan luar pulau. “Saat ini rumah sakit memang belum memiliki alat-alat penunjang metode MISS MED. Kami sementara mendatangkan dari luar untuk dipinjam. Harapan ke depan memiliki sendiri untuk melayani masyarakat,” beber dia.
Menurutnya, operasi dengan metode MISS ini merupakan upaya pihak rumah sakit pelat merah itu untuk mengembangkan ilmu kedokteran di Kaltim. Dia berharap dengan memulai menggunakan alat-alat canggih tersebut, bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat.
“Kami ingin mengembangkan teknik kedokteran seperti ini di Kaltim. Agar masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi berobat harus keluar negeri maupun ke Jakarta,” beber dokter spesialis tulang belakang satu-satunya di Kaltim itu.
Yasser menjelaskan, penggunaan alat dalam metode MISS itu tidak berbatas pada pasien-pasien tertentu. Semua lapisan masyarakat berhak mendapatkan layanan yang sama dengan teknologi tersebut. Seperti yang dia lakukan pada operasi pertamanya, pasien asal Penajam Paser Utara yang merupakan peserta BPJS Kesehatan. Dia memilih operasi dengan jalan MISS MED. (rom)
Sumber : http://kaltim.prokal.co/read/news/303956-luka-irisan-mini-tak-perlu-lagi-ke-luar-negeri.html
0 komentar :
Post a Comment