Lebih
dari satu dekade lalu, para pemimpin negara di ASEAN bersepakat
membentuk sebuah pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara pada akhir 2015,
bertujuan dilakukan agar daya saing Asean agar bisa menyaingi Cina dan
India untuk menarik investasi asing.
Pembentukan pasar tunggal
yang diistilahkan dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) ini nantinya
memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke
negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara sehingga kompetisi akan
semakin ketat. Secara ringkas dapat dikatakan MEA membentuk ASEAN
sebagai pasar tunggal dan basis produksi untuk membuat ASEAN lebih
dinamis dan kompetitif. MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang
atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja professional.
Khusus
pada sektor jasa kesehatan, saat ini melibatkan 3 profesi yaitu dokter,
dokter gigi, dan perawat, ujar Kepala Badan Pengembangan dan
Pendayagunaan SDM Kesehatan Kemenkes RI, drg. Usman Sumantri, M.Sc, pada
pembukaan seminar bertajuk Kesiapan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Indonesia Menghadapi Era Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) di salah satu
hotel di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis pagi (1/12).
Sekretariat ASEAN sejak tahun 2015 dalam ASEAN Framework Agreements on Services (AFAS) telah membuat Roadmap Mutual Recognition Arrangement (MRA)
untuk menuju MEA. Sampai saat ini untuk bidang kesehatan terdapat tiga
MRA yang telah ditandatangani, yaitu MRA on Nursing Services pada tahun
2006, MRA on Medical Practitioners, dan MRA on Dental Practitioners pada
tahun 2009.
Secara umum, MRA memiliki tujuan: 1) Memfasilitasi
mobilisasi jasa dokter, dokter gigi, dan perawat di dalam kawasan
anggota negara ASEAN; 2) Pertukaran informasi dan peningkatan kerjasama
dalam skema MRA jasa dokter, dokter gigi, dan perawat; 3) Mempromosikan
pengadopsian best practices sesuai standar dan kualifikasi; 4)
Menyediakan kesempatan untuk meningkatkan kapasitas dokter, dokter gigi,
dan perawat ASEAN melalui pendidikan dan pelatihan.
Pada
kesempatan tersebut, drg. Usman Sumantri menyatakan bahwa MEA mendorong
Indonesia untuk senantiasa berbenah, baik dari segi sumber daya manusia,
maupun regulasi di bidang kesehatan.
Kita harus menyiapkan diri. Ada atau tidaknya MEA, kita tetap harus meningkatkan pelayanan kesehatan, tutur drg. Usman.
MEA
akan lebih membuka peluang tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai
jabatan serta profesi di Indonesia yang tertutup atau minim tenaga
asing. Secara khusus dalam hal ini, Indonesia harus memiliki peraturan
dan standar nasional yang mampu memagari arus MEA terhadap kemungkinan
datangnya tenaga kerja asing.
Kepala Badan PPSDM Kesehatan
Kemenkes RI menyatakan optimis bahwa tenaga kesehatan Indonesia mampu
bersaing menghadapi tenaga kesehatan luar negeri. Ditambahkan, Indonesia
juga telah memiliki domestic regulation yang cukup lengkap. Dalam MEA,
domestic regulation tetap diperbolehkan untuk diberlakukan. Untuk itu, masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia jangan terlalu dikhawatirkan.
Saya
tidak khawatir tenaga kerja asing masuk ke Indonesia, karena domestic
regulation kita cukup bagus dan lengkap. Tapi yang saya takutkan justru
tenaga-tenaga ahli kesehatan Indonesia yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat Indonesia malah pergi ke luar negeri. Nasionalisme kita diuji
di sini, tandas drg. Usman.
Berita ini disiarkan oleh Biro
Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan RI. Untuk
informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
-
0 komentar :
Post a Comment