STOP Kriminalisasi Tenaga Medis, Dokter dan Tenaga Kesehatan untuk Bekerja Menyelamatkan Nyawa

 

STOP Kriminalisasi Tenaga Medis!

Dokter dan tenaga kesehatan bekerja untuk menyelamatkan nyawa, bukan untuk dipidana saat berusaha menolong. Lindungi mereka, lindungi kesehatan kita semua.

Mereka Berjuang, Bukan Berbuat Salah!

Keselamatan pasien adalah prioritas, tapi keselamatan tenaga medis juga harus dijaga. Kriminalisasi hanya membuat mereka takut bertindak saat darurat.

Tenaga Kesehatan Butuh Perlindungan, Bukan Tuntutan

Tanpa dokter dan nakes yang merasa aman, siapa yang akan merawat kita? Mari hentikan kriminalisasi terhadap pahlawan medis.

#StopKriminalisasi Nakes #SupportOurDoctors #Healthcare Heroes #nakes

Potensi Kerugian Negara Akibat Maladministrasi Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pemerintah tidak boleh berbisnis dengan rakyat

 

Apa ada korelasinya dengan besaran tarif layanan antara Rumah Sakit Negeri dan Rumah Sakit Swasta ?

 Ada korelasi yang cukup kuat antara besaran tarif layanan dan kondisi alat-alat canggih di rumah sakit negeri vs swasta. Hubungan ini berkaitan dengan pendanaan, operasional, dan keberlanjutan layanan

Korelasi antara Tarif dan Kualitas/Pemeliharaan Alat

1. Tarif Layanan Mempengaruhi Pendapatan

  • Rumah sakit negeri umumnya menetapkan tarif layanan yang lebih rendah, apalagi yang mengikuti standar BPJS.

  • Rumah sakit swasta bebas menetapkan tarif lebih tinggi, sehingga pendapatan mereka pun lebih besar.

Dampaknya:
Rumah sakit swasta memiliki cadangan dana untuk:

  • Membayar teknisi perawatan alat secara rutin

  • Membeli suku cadang asli

  • Meng-upgrade teknologi secara berkala

2. Pemeliharaan Alat Bergantung pada Anggaran dan Klaim BPJS 

  • Di rumah sakit negeri, anggaran sering kali ditentukan pemerintah dan sudah dialokasikan sejak awal tahun, membuatnya tidak fleksibel. Terkadang Rumah Sakit Negeri harus menanggung hutang karena belum selesainya klaim BPJS

  • Rumah sakit swasta bisa mengalokasikan dana internal dengan cepat untuk kebutuhan mendesak seperti perbaikan alat.

Hasilnya: Rumah sakit swasta lebih sigap menjaga alat tetap dalam kondisi optimal.

3. Kualitas Alat Saat Pembelian

  • Karena keterbatasan tarif dan dana, rumah sakit negeri kadang terpaksa membeli alat dengan harga murah, yang belum tentu memiliki durabilitas tinggi.

  • Rumah sakit swasta berani berinvestasi lebih mahal untuk alat yang lebih canggih dan tahan lama.

4. Tarif Mencerminkan Model Bisnis

  • Rumah sakit negeri umumnya berorientasi pelayanan publik, bukan profit.

  • Rumah sakit swasta beroperasi dengan orientasi profit dan efisiensi, sehingga alat menjadi aset berharga yang harus dijaga agar tetap menghasilkan. 

Semakin tinggi tarif layanan, semakin besar peluang rumah sakit untuk menjaga alat tetap awet dan berfungsi baik. Tarif tinggi memungkinkan adanya:

  • Dana lebih untuk perawatan alat

  • Rekrutmen SDM teknis berkualitas

  • Pengadaan alat yang lebih unggul sejak awal

Namun demikian, ini bukan berarti semua rumah sakit swasta pasti lebih baik, karena faktor manajemen dan integritas juga sangat menentukan.

Bagaimana dengan peran penyesuaian tarif ina bcg bpjs untuk tarif layanan yang menggunakan alat-alat canggih teknologi tinggi ?

Tarif INA-CBG BPJS Kesehatan adalah faktor kunci yang memengaruhi kelangsungan layanan alat canggih di rumah sakit negeri.

Secara teknis dan ekonomi, penyesuaian tarif INA-CBG untuk layanan yang menggunakan alat teknologi tinggi sangat krusial. Mengapa? Mari kita bedah dari beberapa aspek berikut:

INA-CBG (Indonesia Case-Based Groups) adalah sistem paket tarif berbasis diagnosis dan prosedur yang digunakan oleh BPJS untuk membayar layanan kesehatan kepada rumah sakit.

  • Tarifnya bersifat flat untuk satu episode perawatan.

  • Tidak memperhitungkan variasi nyata dalam biaya operasional alat teknologi tinggi, kerusakan, atau perawatan alat.

  • Contoh: Biaya MRI untuk pasien stroke ringan dan berat bisa dibayar sama padahal kebutuhan alat dan durasinya berbeda.

     


    RS Negeri tidak punya pilihan — harus tetap melayani, meskipun defisit.

    RS Swasta sering membatasi layanan BPJS pada alat mahal, atau mensyaratkan pasien bayar sendiri

    Dalam konteks tarif INA-CBG yang belum ideal, birokrasi yang lambat, serta tekanan operasional di RS negeri, manajemen rumah sakit harus benar-benar putar otak untuk menyiasati keterbatasan agar pelayanan tetap berjalan, alat tetap awet, dan keuangan tidak jebol. 

Kenapa alat-alat canggih teknologi tinggi lebih cepat rusak di rumah sakit negeri daripada alat-alat canggih di rumah sakit swasta masih tetap bagus berfungsi dan awet ?

 

Sebelumnya Admin prihatin dengan tindakan persekusi oleh masyarakat kepada Tenaga Kesehatan yang sedang bertugas, baik itu berbentuk kekerasan, ancaman atau intimidasi yang dilakukan terhadap dokter, perawat, bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Harapannya Fasilitas Kesehatan menjadi tempat yang aman bagi pasien dan petugasnya. Dan masyarakat bisa memahami bahwa tenaga kesehatan bekerja sesuai prosedur dan etika serta punya hak untuk dilindungi. 

 Kembali ke topik :

Kenapa alat-alat canggih teknologi tinggi lebih cepat rusak di rumah sakit negeri daripada alat-alat canggih di rumah sakit swasta masih tetap bagus berfungsi dan awet ?

Pertanyaan ini sangat relevan dan sering menjadi bahan diskusi dalam konteks layanan kesehatan, khususnya di negara-negara berkembang. Ada beberapa alasan utama mengapa alat-alat canggih teknologi tinggi lebih cepat rusak atau tidak berfungsi optimal di rumah sakit negeri dibandingkan dengan rumah sakit swasta:

1. Perawatan dan Pemeliharaan yang Kurang

  • Rumah sakit negeri sering kali memiliki anggaran terbatas untuk pemeliharaan rutin atau perbaikan alat.

  • Rumah sakit swasta, karena bersifat profit-oriented, biasanya memiliki sistem maintenance yang lebih baik dan jadwal perawatan berkala yang lebih disiplin.

2. Kurangnya SDM Terlatih

  • Banyak rumah sakit negeri kekurangan teknisi atau operator yang benar-benar terlatih mengoperasikan alat-alat canggih.

  • Penggunaan yang salah atau tidak sesuai SOP bisa mempercepat kerusakan alat.

3. Tingkat Penggunaan yang Berlebihan

  • Di rumah sakit negeri, alat digunakan oleh volume pasien yang sangat besar karena biaya lebih terjangkau. Overload pemakaian tanpa jeda atau istirahat bisa mempercepat kerusakan alat.

  • Di rumah sakit swasta, jumlah pasien lebih terkontrol sehingga alat tidak terlalu dibebani.

4. Pengadaan Barang yang Kurang Transparan

  • Dalam beberapa kasus, alat yang dibeli rumah sakit negeri berasal dari pengadaan dengan proses tender yang tidak efisien atau tidak transparan, bahkan bisa jadi mendapat alat dengan kualitas rendah (karena harga menjadi prioritas, bukan kualitas).

  • Rumah sakit swasta lebih fleksibel memilih vendor dan merek terbaik berdasarkan performa, bukan hanya harga.

5. Birokrasi dalam Perbaikan

  • Ketika alat rusak di rumah sakit negeri, proses perbaikan bisa memakan waktu lama karena harus melewati prosedur administrasi yang berlapis.

  • Di rumah sakit swasta, keputusan bisa diambil lebih cepat dan langsung eksekusi perbaikan dilakukan.

6. Kurangnya Rasa Memiliki

  • Di lingkungan rumah sakit negeri, sering muncul sikap "bukan punya pribadi", sehingga kurangnya kepedulian terhadap perawatan alat. Rumah Sakit Pemerintah sering mendapatkan alat kesehatan dari "bantuan" hibah maupun droping dari Kementerian Kesehatan, tetapi tidak disertai dengan biaya pemeliharaan setelah garansi alat habis. Rumah Sakit harus swadaya untuk melakukan pemeliharaan sendiri terutama kesulitan pada alat kesehatan Teknologi Tinggi yang memerlukan pemeliharaan Khusus

  • Di rumah sakit swasta, budaya organisasi mendorong pegawai untuk menjaga fasilitas karena ada pengawasan lebih ketat dan sistem reward/punishment.

 

Apakah ada korelasi dengan birokrasi rumah sakit Pemerintah yang ribet ? 

 

Ya, ada korelasi yang signifikan antara kerumitan birokrasi di rumah sakit negeri dan kondisi/umur pakai alat teknologi tinggi. Dalam banyak kasus, birokrasi menjadi faktor penghambat utama dalam perawatan, perbaikan, dan pengadaan alat medis di rumah sakit negeri.

Bagaimana Birokrasi Mempengaruhi Kerusakan Alat

1. Proses Perbaikan Terhambat

  • Ketika alat rusak, rumah sakit negeri harus mengikuti alur administrasi yang panjang:

    • Lapor → disposisi → pengajuan anggaran → persetujuan → proses lelang/vendor → eksekusi perbaikan.

  • Ini bisa memakan waktu minggu hingga berbulan-bulan, menyebabkan alat mengalami kerusakan lebih parah atau tidak bisa digunakan.

Dampaknya: Downtime alat tinggi → kerugian layanan → alat makin rusak → biaya perbaikan membengkak.

2. Pengadaan Alat Baru Tidak Responsif

  • Prosedur pengadaan di rumah sakit negeri mengikuti aturan pemerintah (misal: e-catalog, tender LPSE) yang mengutamakan harga termurah, harus TKDN, bukan kualitas terbaik.

  • Juga, proses pengadaan bisa sangat lama karena harus melewati banyak tahapan verifikasi, kadang disertai kekhawatiran auditor/inspektorat jika keputusan dianggap “tidak aman”.

Dampaknya: Rumah sakit terpaksa menerima alat murah tapi cepat rusak, atau alat datang setelah kebutuhan sudah kritis.

3. Tidak Ada Otonomi dalam Perawatan Alat

  • Banyak rumah sakit negeri tidak punya wewenang langsung untuk melakukan kontrak pemeliharaan jangka panjang dengan vendor alat.

  • Semua harus melalui persetujuan pemerintah daerah atau pusat, membuatnya kurang fleksibel dan lamban dibanding rumah sakit swasta.

4. Penggunaan Anggaran yang Kaku

  • Anggaran untuk pemeliharaan alat sering tidak fleksibel (misalnya: harus dihabiskan dalam tahun berjalan, atau tidak boleh dialihkan antar-pusat biaya).

  • Jika alat rusak di luar perencanaan awal, maka tidak bisa diperbaiki segera karena dananya tidak tersedia.

     

    Dampak Akhir dari Birokrasi yang Ribet

  • Menurunkan efisiensi layanan (alat banyak idle karena rusak)

  • Meningkatkan beban kerja alat lain (karena alat pengganti tidak tersedia)

  • Mempercepat depresiasi aset (alat jadi cepat rusak)

  • Mengurangi kepercayaan pasien karena layanan terganggu

Solusi (Jika Ingin Diterapkan di RS Negeri)

  1. Desentralisasi wewenang teknis agar direktur RS bisa langsung ambil tindakan.

  2. Skema pemeliharaan jangka panjang (managed service) dalam kontrak pengadaan.

  3. Digitalisasi sistem pelaporan dan tindak lanjut kerusakan alat agar lebih cepat dan transparan.

  4. Alokasi anggaran pemeliharaan berbasis kebutuhan dinamis, bukan hanya angka statis tahunan

World Hepatitis Day - 28 Juli 2025

 

 

Hari Hepatitis Sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 28 Juli untuk meningkatkan kesadaran akan virus hepatitis, peradangan hati yang menyebabkan penyakit hati parah dan kanker hati.

Tema untuk tahun 2025: He

Mari Kita Hancurkan, menyerukan tindakan segera untuk menghilangkan hambatan finansial, sosial, dan sistemik, termasuk stigma, yang menghalangi eliminasi hepatitis dan pencegahan kanker hati.
Let’s Break It Down calls for urgent action to dismantle the financial, social and systemic barriers – including stigma – that stand in the way of hepatitis elimination and liver cancer prevention.

Hepatitis B dan C kronis diam-diam menyebabkan kerusakan hati dan kanker – meskipun sebenarnya dapat dicegah, diobati, dan, dalam kasus hepatitis C, dapat disembuhkan. Tema ini menekankan perlunya menyederhanakan, meningkatkan skala, dan mengintegrasikan layanan hepatitis – vaksinasi, praktik injeksi yang aman, pengurangan dampak buruk, dan terutama pengujian dan pengobatan – ke dalam sistem kesehatan nasional.

Kampanye ini mengingatkan kita bahwa kita harus bertindak sekarang untuk memperluas akses, mengintegrasikan perawatan, dan mengakhiri hepatitis sebagai ancaman kesehatan masyarakat pada tahun 2030.

 


The campaign is a reminder that we must act now to expand access, integrate care, and end hepatitis as a public health threat by 2030.

Global Hepatitis Programme

Alat Medis yang digunakan untuk pemeriksaan Hepatitis

 

Fibroscan

Berikut adalah alat-alat medis yang digunakan untuk pemeriksaan hepatitis, baik untuk diagnosis awal maupun pemantauan lanjutan:

1. Rapid Test Kit Hepatitis (Hepatitis Rapid Diagnostic Test)

  • Jenis: Alat uji cepat berbasis antibodi/antigen.

  • Fungsi: Deteksi awal hepatitis B (HBsAg), hepatitis C (anti-HCV), dan kadang hepatitis A (anti-HAV IgM).

  • Contoh: Tes strip HBsAg.

  • Kelebihan:

    • Hasil cepat (10–20 menit).

    • Praktis dan tidak butuh alat besar.

    • Digunakan di puskesmas, posyandu, atau saat skrining massal.

2. Alat ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

  • Jenis: Alat laboratorium imunologi.

  • Fungsi:

    • Deteksi antibodi atau antigen virus hepatitis (HBsAg, anti-HBs, anti-HBc, HBeAg, dll).

    • Lebih sensitif dan akurat daripada rapid test.

  • Digunakan di: Laboratorium RS, klinik besar.

  • Contoh alat: Bio-Rad, Mindray, Abbott Architect.

3. Alat PCR (Polymerase Chain Reaction) / NAT (Nucleic Acid Test)

  • Jenis: Alat biologi molekuler.

  • Fungsi:

    • Deteksi dan kuantifikasi viral load (jumlah DNA/RNA virus hepatitis B atau C).

    • Penting untuk menilai tingkat infeksi dan respon terapi.

  • Digunakan di: Lab rujukan/RS besar.

  • Contoh alat: Roche COBAS, Cepheid GeneXpert, Qiagen Rotor-Gene.

4. Alat Hematologi & Kimia Klinik

a. Analyzer Fungsi Hati (Liver Function Test / LFT)

  • Fungsi: Menilai kerusakan hati akibat hepatitis.

  • Parameter: SGPT (ALT), SGOT (AST), bilirubin, albumin, GGT.

  • Alat: Analyzer kimia klinik otomatis seperti Mindray BS-240, Hitachi 902.

b. Hematology Analyzer

  • Digunakan untuk memeriksa kondisi darah umum pasien hepatitis (misal trombosit, leukosit).

5. FibroScan (Transient Elastography)

  • Fungsi: Mengukur tingkat fibrosis atau kekakuan hati tanpa biopsi.

  • Indikasi: Menilai keparahan hepatitis kronis (HBV/HCV), apakah sudah menuju sirosis atau belum.

  • Non-invasif, cepat (10 menit), dan tidak menyakitkan.

6. Alat Penunjang Lain

  • USG Abdomen / Hati: Menilai struktur hati, mendeteksi sirosis atau karsinoma hepatoseluler.

  • Biopsi Hati (dengan guidance USG): Jika diperlukan, dilakukan dengan alat jarum biopsi + USG.

  • Immunoblot/Western Blot: Untuk konfirmasi kasus hepatitis C dengan hasil ELISA reaktif.

     

Tipe-tipe penyakit Hepatitis


Artikel Rekomendasi

Bagaimana untuk Mengelola "How To Manage" Series untuk Teknologi Kesehatan

WHO Teknologi kesehatan dan manajemen teknologi kesehatan telah menjadi isu kebijakan yang semakin terlihat. Sementara kebutuh...

Popular Post

Recomended

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner