Sebelumnya Admin prihatin dengan tindakan persekusi oleh masyarakat kepada Tenaga Kesehatan yang sedang bertugas, baik itu berbentuk kekerasan, ancaman atau intimidasi yang dilakukan terhadap dokter, perawat, bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Harapannya Fasilitas Kesehatan menjadi tempat yang aman bagi pasien dan petugasnya. Dan masyarakat bisa memahami bahwa tenaga kesehatan bekerja sesuai prosedur dan etika serta punya hak untuk dilindungi.
Kembali ke topik :
Kenapa alat-alat canggih teknologi tinggi lebih cepat rusak di rumah sakit negeri daripada alat-alat canggih di rumah sakit swasta masih tetap bagus berfungsi dan awet ?
Pertanyaan ini sangat relevan dan sering menjadi bahan diskusi dalam konteks layanan kesehatan, khususnya di negara-negara berkembang. Ada beberapa alasan utama mengapa alat-alat canggih teknologi tinggi lebih cepat rusak atau tidak berfungsi optimal di rumah sakit negeri dibandingkan dengan rumah sakit swasta:
1. Perawatan dan Pemeliharaan yang Kurang
-
Rumah sakit negeri sering kali memiliki anggaran terbatas untuk pemeliharaan rutin atau perbaikan alat.
Rumah sakit swasta, karena bersifat profit-oriented, biasanya memiliki sistem maintenance yang lebih baik dan jadwal perawatan berkala yang lebih disiplin.
2. Kurangnya SDM Terlatih
-
Banyak rumah sakit negeri kekurangan teknisi atau operator yang benar-benar terlatih mengoperasikan alat-alat canggih.
Penggunaan yang salah atau tidak sesuai SOP bisa mempercepat kerusakan alat.
3. Tingkat Penggunaan yang Berlebihan
-
Di rumah sakit negeri, alat digunakan oleh volume pasien yang sangat besar karena biaya lebih terjangkau. Overload pemakaian tanpa jeda atau istirahat bisa mempercepat kerusakan alat.
Di rumah sakit swasta, jumlah pasien lebih terkontrol sehingga alat tidak terlalu dibebani.
4. Pengadaan Barang yang Kurang Transparan
-
Dalam beberapa kasus, alat yang dibeli rumah sakit negeri berasal dari pengadaan dengan proses tender yang tidak efisien atau tidak transparan, bahkan bisa jadi mendapat alat dengan kualitas rendah (karena harga menjadi prioritas, bukan kualitas).
Rumah sakit swasta lebih fleksibel memilih vendor dan merek terbaik berdasarkan performa, bukan hanya harga.
5. Birokrasi dalam Perbaikan
-
Ketika alat rusak di rumah sakit negeri, proses perbaikan bisa memakan waktu lama karena harus melewati prosedur administrasi yang berlapis.
Di rumah sakit swasta, keputusan bisa diambil lebih cepat dan langsung eksekusi perbaikan dilakukan.
6. Kurangnya Rasa Memiliki
-
Di lingkungan rumah sakit negeri, sering muncul sikap "bukan punya pribadi", sehingga kurangnya kepedulian terhadap perawatan alat. Rumah Sakit Pemerintah sering mendapatkan alat kesehatan dari "bantuan" hibah maupun droping dari Kementerian Kesehatan, tetapi tidak disertai dengan biaya pemeliharaan setelah garansi alat habis. Rumah Sakit harus swadaya untuk melakukan pemeliharaan sendiri terutama kesulitan pada alat kesehatan Teknologi Tinggi yang memerlukan pemeliharaan Khusus
-
Di rumah sakit swasta, budaya organisasi mendorong pegawai untuk menjaga fasilitas karena ada pengawasan lebih ketat dan sistem reward/punishment.
Apakah ada korelasi dengan birokrasi rumah sakit Pemerintah yang ribet ?
Ya, ada korelasi yang signifikan antara kerumitan birokrasi di rumah sakit negeri dan kondisi/umur pakai alat teknologi tinggi. Dalam banyak kasus, birokrasi menjadi faktor penghambat utama dalam perawatan, perbaikan, dan pengadaan alat medis di rumah sakit negeri.
Bagaimana Birokrasi Mempengaruhi Kerusakan Alat
1. Proses Perbaikan Terhambat
-
Ketika alat rusak, rumah sakit negeri harus mengikuti alur administrasi yang panjang:
-
Lapor → disposisi → pengajuan anggaran → persetujuan → proses lelang/vendor → eksekusi perbaikan.
-
-
Ini bisa memakan waktu minggu hingga berbulan-bulan, menyebabkan alat mengalami kerusakan lebih parah atau tidak bisa digunakan.
Dampaknya: Downtime alat tinggi → kerugian layanan → alat makin rusak → biaya perbaikan membengkak.
2. Pengadaan Alat Baru Tidak Responsif
-
Prosedur pengadaan di rumah sakit negeri mengikuti aturan pemerintah (misal: e-catalog, tender LPSE) yang mengutamakan harga termurah, harus TKDN, bukan kualitas terbaik.
-
Juga, proses pengadaan bisa sangat lama karena harus melewati banyak tahapan verifikasi, kadang disertai kekhawatiran auditor/inspektorat jika keputusan dianggap “tidak aman”.
Dampaknya: Rumah sakit terpaksa menerima alat murah tapi cepat rusak, atau alat datang setelah kebutuhan sudah kritis.
3. Tidak Ada Otonomi dalam Perawatan Alat
-
Banyak rumah sakit negeri tidak punya wewenang langsung untuk melakukan kontrak pemeliharaan jangka panjang dengan vendor alat.
Semua harus melalui persetujuan pemerintah daerah atau pusat, membuatnya kurang fleksibel dan lamban dibanding rumah sakit swasta.
4. Penggunaan Anggaran yang Kaku
-
Anggaran untuk pemeliharaan alat sering tidak fleksibel (misalnya: harus dihabiskan dalam tahun berjalan, atau tidak boleh dialihkan antar-pusat biaya).
-
Jika alat rusak di luar perencanaan awal, maka tidak bisa diperbaiki segera karena dananya tidak tersedia.
Dampak Akhir dari Birokrasi yang Ribet
-
Menurunkan efisiensi layanan (alat banyak idle karena rusak)
-
Meningkatkan beban kerja alat lain (karena alat pengganti tidak tersedia)
-
Mempercepat depresiasi aset (alat jadi cepat rusak)
Mengurangi kepercayaan pasien karena layanan terganggu
Solusi (Jika Ingin Diterapkan di RS Negeri)
-
Desentralisasi wewenang teknis agar direktur RS bisa langsung ambil tindakan.
-
Skema pemeliharaan jangka panjang (managed service) dalam kontrak pengadaan.
-
Digitalisasi sistem pelaporan dan tindak lanjut kerusakan alat agar lebih cepat dan transparan.
-
Alokasi anggaran pemeliharaan berbasis kebutuhan dinamis, bukan hanya angka statis tahunan
No comments:
Post a Comment
Please, NO SPAM !