Pages

Ancaman Hukum bagi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Palsu dalam UU No.17 Tahun 2023

 


 

Maraknya praktik ilegal oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan palsu menjadi ancaman serius bagi keselamatan dan kepercayaan masyarakat terhadap dunia kesehatan. Untuk mengatasi hal ini, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah secara tegas mengatur ancaman pidana bagi mereka yang melanggar ketentuan ini.

Pertama, penggunaan gelar palsu diatur dalam Pasal 441 ayat (1) UU 17/2023. Pasal ini menetapkan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda maksimal Rp500 juta bagi siapa saja yang secara sengaja menggunakan gelar atau identitas lain yang menyesatkan masyarakat, seolah-olah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan/atau Surat Izin Praktik (SIP).

Kedua, praktik seolah-olah sebagai tenaga medis atau tenaga kesehatan tanpa izin resmi diatur dalam Pasal 439 UU 17 tahun 2023. Pelaku yang melakukan praktik ilegal ini terancam pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda hingga Rp500 juta.

Ketiga, pelayanan medis atau kesehatan yang dilakukan dengan menggunakan alat, metode, atau cara tertentu yang menimbulkan kesan pelaku adalah tenaga medis atau tenaga kesehatan resmi diatur dalam Pasal 441 ayat (2) UU 17 tahun 2023. Ancaman hukumannya juga berat, yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.

 Ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP

Ketentuan hukum ini bertujuan melindungi masyarakat dari potensi bahaya praktik medis ilegal serta menjaga kepercayaan publik terhadap profesionalisme tenaga medis dan kesehatan yang sah. Oleh karena itu, edukasi dan kesadaran publik mengenai ancaman ini perlu terus ditingkatkan agar praktik ilegal dapat dicegah sejak dini.

 

Sejalan dengan penerapan regulasi teknis dan etika dalam pemeliharaan alat kesehatan, khususnya dalam konteks Permenkes Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Pemeliharaan Alat Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Berikut penjelasan berdasarkan regulasi dan implikasi praktik di lapangan:

Permenkes No. 15 Tahun 2023 tentang Pemeliharaan Peralatan Kesehatan menyebutkan bahwa:

Penyelenggara pemeliharaan peralatan kesehatan harus memiliki kemampuan di bidang pemeliharaan alat kesehatan, dan di antaranya memiliki tenaga yang kompeten, seperti:

  • Elektromedis (ahli teknologi elektromedis/ATEM),

  • Tenaga teknis lain yang bersertifikat kompetensi sesuai jenis alat kesehatan yang dikelola.

Pasal 6 : Mengarahkan bahwa tenaga yang melakukan pemeliharaan harus kompeten, terlatih, dan tersertifikasi sesuai lingkup alat.

Bila dilakukan oleh tenaga non-kompeten / tidak bersertifikat:

  • Melanggar regulasi Permenkes.

  • Bisa dianggap malpraktik teknis, terutama jika terjadi kerusakan, kecelakaan, atau gangguan keselamatan pasien akibat kelalaian.

  • RS atau fasilitas bisa dikenakan sanksi administratif, bahkan pencabutan izin tertentu jika ditemukan dalam audit / insiden. 

Namun, bagaimana jika bukan tenaga elektromedis tapi teknisi dari vendor resmi / pabrikan alat?

Ini masih diperbolehkan asalkan:

  • Mereka memiliki sertifikat pelatihan resmi dari produsen/pabrikan alat, atau

  • Termasuk dalam kontrak resmi layanan purna jual (after-sales service) dari distributor berizin.

Intinya: kompetensi tetap wajib, meskipun orangnya bukan dari tenaga kesehatan rumah sakit.

 

Solusi jika RS tidak memiliki tenaga elektromedis

  • Mitra resmi: Bekerjasama dengan penyedia jasa pemeliharaan (pihak ketiga) yang memiliki teknisi bersertifikat dan kompeten.

  • Kontrak servis resmi: Libatkan vendor resmi alat yang memberi layanan servis dan kalibrasi secara rutin.

  • Pengembangan SDM internal: Dorong tenaga teknis internal untuk mengikuti pelatihan dan mendapatkan sertifikat kompetensi alat kesehatan, minimal sesuai KKNI level 3 atau 4 bidang elektromedis. Dorong tenaga internal untuk bisa kuliah Elektromedis sesuai dengan ABK.

 


No comments:

Post a Comment

Please, NO SPAM !