"Alat medis bukan seperti beli rice cooker. Yang terlihat sederhana bisa jadi alat bernilai puluhan juta karena menyangkut nyawa pasien dan harus lolos uji klinis, bukan hanya nyala dan mati."
Banyak orang awam, termasuk manajemen rumah sakit non-teknis, sering meremehkan harga dan kompleksitas alat kesehatan, terutama saat alat terlihat "kecil" atau "sederhana". Pandangan ini sangat berbahaya karena bisa berdampak langsung pada kebijakan pengadaan, pemeliharaan, dan bahkan pada keputusan anggaran.
🧠 Mengapa Persepsi “Murah” Bisa Terjadi?
-
Kurangnya pemahaman teknis
→ Manajemen fokus pada harga luar (online/marketplace), tidak melihat fitur medis, klasifikasi risiko, atau sertifikasi alat kesehatan. -
Membandingkan dengan produk non-medis
→ Alat seperti nebulizer, timbangan, monitor vital dianggap mirip dengan versi rumahan atau komersial, padahal spesifikasi medis jauh lebih tinggi. -
Tidak memahami total cost of ownership (TCO)
→ Mereka hanya melihat harga beli awal, tanpa memperhitungkan biaya operasional, pemeliharaan, kalibrasi, pelatihan, dan suku cadang. Asumsi “kalau rusak, beli baru saja”
→ Padahal banyak alat medis yang harus dikalibrasi dan tidak boleh diganti sembarangan karena terkait keselamatan pasien dan regulasi.
Dampak dari Salah Persepsi Harga Alat Medis
Salah Persepsi | Dampaknya | |
---|---|---|
Harga alat dianggap murah → tidak butuh anggaran besar | Tidak ada alokasi dana pemeliharaan, alat cepat rusak, mangkrak | |
Beli alat dari marketplace umum | Alat tidak tersertifikasi Kemenkes, tidak layak audit, bisa berisiko hukum | |
Menunda perawatan karena “mahal” | Risiko keselamatan pasien meningkat | |
Tidak melibatkan teknisi dalam pengadaan | Salah spesifikasi, tidak ada support teknis, sparepart langka |
No comments:
Post a Comment
Please, NO SPAM !